Kejaksaan Agung
Kejaksaan Agung
RMOL. Setelah sebulan digarap Kejaksaan Agung, para tersangka dugaan korupsi pengadaan alat laboratorium Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional BPOM tahun anggaran 2008 disidang akhir tahun ini.
“Pastinya, Desember ini maÂsuk tahap penuntutan. Tidak lama lagi akan kami limpahkan ke Pengadilan Tipikor,†kata KeÂpala PuÂsat Penerangan Hukum (KaÂpusÂpenkum) Kejaksaan Agung (KeÂjagung) Noor RachÂmad ketiÂka dihubungi, kemarin.
Sejauh ini, lanjut Noor, sudah 20 saksi perkara tersebut yang diÂperiksa aparat Kejagung. “SeÂkaÂrang, sudah masuk tahap finaÂliÂsasi pemberkasan terhadap empat tersangka,†ujar Noor.
Kejaksaan Agung sudah meÂneÂtapkan dua pejabat Badan PeÂngaÂwas Obat dan Makanan (BPOM) dan dua pengusaha sebagai terÂsangka dugaan korupsi peÂngaÂdaÂan alat laboratorium Pusat PeÂnguÂjian Obat dan Makanan Nasional BPOM tahun anggaran 2008. Tapi, dua tersangka dari BPOM itu masih tergolong pejabat level bawah.
Keempat tersangka itu adalah Ketua Panitia Lelang Pengadaan Alat Laboratorium Irmanto ZaÂmahir Ganin dan Pejabat PemÂbuat Komitmen Pengadaan Alat Laboratorium Siam Subagyo, serta Direktur PT Ramos Jaya Abadi, Surung H Simanjuntak dan Direktur CV Masenda Putra Mandiri, Ediman Simanjuntak yang merupakan rekanan BPOM.
Para tersangka itu pun telah diÂtahan Kejaksaan Agung di Rutan Salemba cabang Kejagung sejak seÂbulan lalu. Namun, Kejaksaan Agung tampaknya belum bisa meÂÂngendus tersangka baru. “Belum ada tersangka baru,†ujar Noor.
Noor menjelaskan, pada 2008 PuÂsat Pengujian Obat dan MakaÂnan Nasional (PPOMN) melakÂsaÂnakan pekerjaan pengadaan alat laboratorium yang dibagi dalam empat paket.
Paket 1 dan 2, dana pengadaan alat laboratorium berasal dari APBN dan berada di bawah Satuan Kerja (Satker) Pusat PPOMN BPOM RI.
Paket 1 berupa pengadaan alat laboratorium PPOMN dengan pagu anggaran Rp 4,5 miliar unÂtuk 66 item barang, sedangkan paket 2 berupa pengadaan alat laÂboratorium Pusat Riset Obat dan Makanan Nasional (PROMN) deÂngan pagu anggaran Rp 15 miÂliar untuk 46 item barang.
Dari hasil lelang, CV Masenda Putra Mandiri (MPM) memÂperÂoleh kontrak untuk paket 1 deÂngan nilai kontrak Rp 43,49 miÂliar. Sementara paket 2 dipegang PT Ramos Jaya Abadi (RJA) deÂngan nilai kontrak Rp 13,02 miÂliar.
“Dalam pelaksanaannya, keÂdua perusahaan telah menÂsubÂkonÂtrakan seluruh pekerjaan terÂsebut kepada PT Bhineka Usada Raya, sehingga terjadi selisih harga atau kemahalan harga,†kata Noor.
Akibatnya, para tersangka diÂduga merugikan keuangan negara dengan total Rp 10,8 miliar. KaÂreÂnanya, keempat tersangka diÂjeÂrat dengan Pasal 2 ayat 1 dan PaÂsal 3 Undang Undang Tipikor, serÂta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kepala Biro Hukum BPOM Hendri Siswadi menyampaikan, peÂngadaan proyek itu berjalan lanÂcar. Namun, bila Kejagung meÂÂngendus adanya dugaan tinÂdak pidana korupsi, pihaknya tiÂdak akan menghambat proses hukum yang akan dilakukan.
“Laboratoriumnya jalan kok. Setahu saya pengadaannya transÂparan dan sesuai prosedur. Tapi, bila kejaksaan menemukan adaÂnya dugaan korupsi ya silakan diÂusut. Kami tidak akan mengÂhalangi. Silakan proses hukum dengan transparan,†ujarnya keÂpada Rakyat Merdeka.
Hendri menyampaikan, pihak BPOM tidak akan mencampuri urusan persoalan hukum yang seÂdang berjalan bagi dua pejaÂbatÂnya yang sudah ditetapkan sebaÂgai tersangka itu.
Selama peÂnyeÂliÂdiÂkan dan peÂnyidikan, lanjut dia, sejumlah staf dan pejabat BPOM pun suÂdah dimintai keteÂrangan. “Siapa pun yang diduga terlibat, silakan diÂproses. Kami pun siap memÂbuat persoalan ini segera ditunÂtaskan,†ujarnya.
Sejak dua pejabatnya ditahan Kejagung, lanjut Hendri, pihak BPOM tidak mencampuri proses hukumnya. Bahkan, bantuan huÂkum pun tidak diberikan. “KaÂrena sudah jadi tersangka, sudah ada pengacara mereka masing-masing. Sebelumnya memang ada pendampingan dari institusi BPOM. Selanjutnya, itu sudah menjadi persoalan hukum pribadi masing-masing. Bukan institusi BPOM,†ujar Hendri.
REKA ULANG
Jumat Tahan 2, Kamis Tahan 2 Lagi
Pada Jumat (4/11) lalu, peÂnyidik Pidana Khusus (Pidus) Kejagung menangkap dan meÂnahan dua pejabat BPOM yakni, Siam Subagyo sebagai Pejabat Pembuat Komitmen dan Kepala Panitia Pengadaan Irmanto ZaÂmahir Ganin.
Penahanan terhadap keduanya dilakukan penyidik untuk meÂmasÂtikan tidak terganggunya peÂnyidikan kasus korupsi pengaÂdaÂan alat laboratorium Pusat PeÂnguÂjian Obat dan Makanan Nasional BPOM tahun anggaran 2008.
“Mereka ditahan karena ada kekhawatiran akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti dan mengulangi peÂrÂbuaÂtanÂnya,†ujar Kapuspenkum KeÂjaÂgung Noor Rachmad.
Kemudian, pada Kamis (10/11), Kejagung kembali menahan dua tersangka dalam kasus yang sama. Keduanya, adalah rekanan BPOM dalam pengadaan laboÂraÂtorium itu. Mereka, Direktur PT RaÂmos Jaya Abadi, Surung HasiÂholan Simanjuntak dan Direktur CV Masenda Putra Mandiri, EdiÂman Simanjuntak.
“Mereka kita tahan di Rutan Salemba cabang Kejagung, “ ujar Noor Rachmad.
Dari hasil penelusuran peÂnyiÂdik Kejagung, diketahui peruÂsaÂhaÂan Surung mengerjakan satu paÂket proyek bernilai Rp 13 miÂliar, dan Ediman mengerjakan dua proyek yang nilainya menÂcaÂpai Rp 43 miliar.
Noor menjelaskan, penahanan terÂhadap Surung dan Ediman meÂruÂpakan tindak lanjut penahanan dua pejabat BPOM sebelumnya.
Kedua perusahaan rekanan terÂsebut melakukan tindakan seÂpiÂÂhak yang berakibat selisih harÂga atau kemahalan harga, seÂhingga meÂruÂgiÂkan keuangan neÂgara Rp 10,8 miliar.
Kasus ini bermula pada 2008, keÂtÂika PPOMN-BPOM melakÂsaÂnaÂkan pekerjaan pengadaan alat laboratorium yang dibagi dalam empat paket. Untuk paket 1 dan 2, dana pengadaan dari APBN dan berada di bawah Satker Pusat PPOMN BPOM.
Dalam pelakÂsaÂnaÂannya kedua perusahaan menÂsubkontrakkan seÂluruh pekerjaan terÂsebut kepaÂda PT Bhineka UsaÂda Raya (PT BUR), sehingga diÂduÂga terjaÂdi penggelembungan harga.
Kejagung pun memperkirakan keÂrugian negara mencapai Rp 10,8 miliar. Nilai itu didapat dari total proÂyek yang dilakukan baÂdan terÂseÂbut. Pada proyek perÂtama seÂnilai Rp 45 miliar untuk 66 item deÂngan dugaan kerugian negara mencapai Rp 8 miliar. Kemudian proyek kedua, senilai Rp 15 miÂliar untuk 46 item, deÂngan duÂgaan kerugian negara menÂcapai Rp 2,5 miliar.
Keempat tersangka dijerat deÂngan Pasal 2 dan 3 Undang UnÂdang Nomor 31 tahun 1999 seÂbaÂgaimana diubah dengan UnÂdang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan TinÂdak Pidana Korupsi.
Dorong Tersangka Terbuka Di Pengadilan
Andi Rio Idris Padjalangi, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Andi Rio Idris Panjalangi menÂdorong para tersangka yang akan disidang itu membuka seÂmua pihak yang terlibat dalam perkara dugaan korupsi di BPOM tersebut.
Andi curiga, dalam kasus itu tidak hanya empat pelakunya. “Mungkin penyidik kejaksaan hanya bisa jerat empat orang itu. Mestinya penyidik bekerja proÂfesional dan mengungkap seÂmua yang terlibat. Nanti di perÂsiÂdangan, para tersangka harus meÂngungkapkan semua siapa yang terlibat,†ujarnya, kemarin.
Politisi Golkar itu mendesak kejaksan agung bisa mengusut seÂcara serius kasus tersebut. “SiÂlahkan diselidiki siapa saja lagi yang terlibat. Apakah ke atas, ke bawah, ke kiri, ke kaÂnan, kemanapun itu bisa diÂteÂlusuri. Jangan berhenti hanya pada empat orang itu,â€ucapnya.
Apabila ada indikasi keterÂliÂbaÂtan penyidik untuk “meÂngaÂmanÂkan†pihak-pihak tertentu sehingga tidak ditetapkan sebaÂgai tersangka, kata Andi, maka penyidik pun harus diselidiki dan dihukum. “
Itu tegas, tidak boÂleh ada perÂmainan penyidik di situ. Semua penyidik atau peÂnuntut yang turut bermain harus pula diusut. Kita akan buktikan, apakah beÂnar pengawasan di kejaksaan suÂdah benar-benar efektif. JamÂwas sendiri bilang akan tegas, ya kita lihat setegas apa,†ucapnya.
Jaksa Agung Muda PengawaÂsan (Jamwas) Marwan Effendy setuju agar setiap jaksa yang meÂÂlakukan pelanggaran dibeÂriÂkan sanksi. Selain sanksi, upaya pengembangan diri dan peningÂkaÂtan kemampuan jaksa juga perlu terus dilakukan. Dengan deÂmikian, dia berharap masyÂaÂraÂkat akan percaya terhadap kiÂnerja kejaksaan.
“Kami berikan sanksi sesuai pelanggarannya. Bisa sanksi administratif, penurunan pangÂkat, pemindahan, pencopotan dan pemecatan sampai pada uruÂsan pidana. Memang harus tega. Tapi, kami juga memÂbeÂriÂkan reward bagi jaksa-jaksa yang berprestasi,†ujarnya.
Saat ini, ujar Marwan, tidak ada alasan lagi bagi jaksa untuk bermain curang, memeras, meÂnipu, memperjualbelikan perÂkara atau pasal-pasal. “Sudah ada renumerasi. Kalau masih suka begitu, kebangetan namaÂnya. Yang sudah kelewatan, ya diÂpecat saja,†tegasnya.
Sangat Tidak Masuk Akal
Sandi Ebenezer, Anggota Majelis PBHI
Menurut anggota Majelis Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia IndoÂnesia (PBHI) Sandi Ebenezer SiÂtungkir, sangat tidak logis apaÂbila pelaku kasus korupsi di instansi-instansi negara hanya berkisar pada ketua panitia leÂlang pengadaan, pejabat pemÂbuat komitmen dan pengusaha.
“Tidak mungkin bawahan meÂnerima duit dari pengusaha, tanpa sepengetahuan komanÂdanÂnya. Kasus seperti ini sudah terlalu sering terjadi, tetapi keÂrap dilokalisir hanya menjerat pelaku-pelaku kelas bawah,†katanya, kemarin.
Menurut Sandi, penyidik KeÂjaksaan Agung semestinya bisa membongkar para pelaku lainÂnya yang lebih tinggi. Bila tidak dibongkar sampai ke atas, kata dia, patut dicurigai penyidik pun turut bermain dan berupaya melindungi pihak-pihak lain yang terlibat.
“Rata-rata, kasus korupsi yang ditangani kejaksaan itu hanya menyentuh level bawah. Apakah mereka sengaja foÂkusÂkan hanya menjerat sekelas peÂjabat lelang. Jika sudah begitu, tentu saja kasusnya tak akan bisa diharapkan terbongkar keÂseluruhan,†ujar Sandi.
Sandi mengingatkan, walauÂpun para pelaku sekelas ketua paÂnitia lelang pengadaan dan peÂjabat pembuat komitmen yang tertangkap, bukan berarti para atasannya tidak bisa dijeÂrat. Dia mendesak Kejaksaan Agung menunjukkan keserÂiuÂsan dengan cara mengusut kasus itu sampai ke level atas.
“Pengadaan seperti itu seÂpeÂngeÂtahuan atasannya. Meskipun atasannya tidak secara langsung terlihat mendapat keuntungan secara material, tapi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bisa diperÂguÂÂnaÂkan menjerat mereka juga. SeÂbab, dalam pemberian Surat KeÂputusan kepada panitia lelang pengadaan dan pejabat pembuat komitmen, tentu sepengetahuan atasannya. Tanggung jawab melekat juga di situ,†ujarnya.
Sandi pun mengkritik kinerja peÂnyidik kejaksaan yang terÂkeÂsan suka melokalisir persoalan dan menjerat pelaku-pelaku tingÂkat bawah saja. Menurut dia, perilaku penyidik seperti itu pun harus disikapi dengan tegas.
“Tidak boleh diam saja dan sengaja melokalisir hanya di leÂvel bawah. Sudah banyak peÂngaÂlaman bahwa mereka berÂhenti di level bawah,†katanya. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
UPDATE
Sabtu, 27 Desember 2025 | 08:07
Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:48
Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:32
Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:17
Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:03
Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:38
Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:21
Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:13
Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:06
Sabtu, 27 Desember 2025 | 05:47