RMOL. Sejumlah pejabat mendesak LSM lingkungan internasional Greenpeace untuk bersikap transparan terkait dugaan data palsu yang mereka gunakan untuk menyerang perusahaan-perusahaan di negara berkembang seperti Indonesia.
Desakan tersebut disampaikan oleh Wakil Menteri Perdagangan RI Mahendra Siregar, Ketua Harian Dewan Nasional Perubahan Iklim Rachmat WItoelar, Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan Hadi Daryanto, dan Gubernur Riau Rusli Zainal di sela acara penandatanganan kerjasama proyek “Kampar Carbon Reserve†di Hotel Grand Hyyat, Jakarta, Senin (4/10).
Seperti diketahui, krediblitas Greenpeace sebagai aktivis internasional di bidang lingkungan belakangan dipertanyakan menyusul hasil audit International Trade Strategies Asia Pacific Global (ITS Global). Auditor independen yang berbasis di Melbourne, Australia itu merilis, bahwa selama ini Greenpeace sering menggunakan data palsu untuk menyerang perusahaan-perusahaan di beberapa negara berkembang, termasuk Indonesia.
Alan Oxley, Direktur ITS Global mengungkapkan, pihaknya telah mengkaji dokumen bulan Juli 2010 bertajuk “Bagaimana Sinar Mas Meluluhkan Bumi,†sebuah laporan yang memfokuskan sebagian besar perhatiannya pada praktik-praktik kehutanan yang berkelanjutan dari Asia Pulp & Paper (APP) yang berbasis di Jakarta. Menurut Oxley, audit tersebut secara sistematis menganalisis 72 klaim Greenpeace terhadap APP yang mencakup lebih dari 300 catatan kaki dan sekitar 100 referensi.
“Pemeriksaan yang cermat atas bukti tersebut menunjukkan bahwa laporan Greenpeace tersebut sangat menyesatkan dan sama sekali tidak dapat dipertahankan. Klaim tentang ekspansi perusahaan besar-besaran secara rahasia di Indonesia didasarkan pada informasi fiktif. Dan informasi yang mendukung dugaan bahwa perusahaan terlibat dalam praktik kehutanan ilegal pada lahan gambut adalah tidak berdasar maupun merupakan kesalahan yang sangat serius,†tegas Oxley.
Menanggapi hal ini, Wakil Menteri Perdagangan RI Mahendra Siregar mendesak agar Greenpeace segera mengumumkan data yang digunakan terkait kerusakan hutan Indonesia. Menurut Mahendra, bukti valid tentang adanya kerusakan hutan di Indonesia harus segera dikeluarkan Greenpeace.
Hal ini, menurut Mahendra, sangat penting agar kredibilitas Greenpeace tidak melorot. Dengan kata lain, adanya transparansi data yang digunakan Greenpeace pantas diketahui publik. “Segera berikan bukti dan data valid kalau memang hutan Indonesia mengalami kerusakan,†tandas Mahendra kepada wartawan, di Jakarta, Senin (4/10).
Mahendra menambahkan, dunia industri dan perdagangan di Indonesia sejak lama telah menerapkan prinsip kepercayaan. Sehingga, seluruh stakeholder mempunyai tanggung jawab yang sama terhadap kelestarian lingkungan. “Untuk itu, kita jangan saling menjelek-jelekkan satu sama lain,†tambahnya. [guh]