RMOL. Ketika Susilo Bambang Yudhoyono terpilih sebagai presiden dalam Pilpres 2004 silam, Letnan Jenderal (purn) Suharto termasuk dalam kelompok orang yang bergembira.
“Waktu dia naik, hati saya berbunga-bunga. Ini harapan baru,” kata mantan Komandan Jenderal Marinir TNI Angkatan Laut 1996-1999 ini kepada Rakyat Merdeka Online, Sabtu petang (28/8). Letjen Suharto adalah salah seorang saksi mata ketika Indonesia merangkak masuk ke era reformasi. Ia mengikuti dari dekat proses perubahan politik itu. Ketika Presiden Soeharto mengundurkan diri, 21 Mei 1998, Letjen Suharto berada di Istana Negara bersama jenderal penting lainnya.
“Tapi, dari ke hari, tahun ke tahun, kekecewaan saya menumpuk. Dan akhirnya hilang sama sekali. Melihat cara yang diambil pemerintahan ini, saya khawatir Indonesia akan menjadi negara gagal,” sambungnya.
Suharto termasuk dalam kelompok purnawirawan jenderal TNI yang merasa terganggu melihat ketidaktegasan dan ketidakjelasan sikap pemerintahan SBY dalam banyak hal. Seperti kelompok jenderal purnawiran yang mendatangi Ketua MPR hari Selasa lalu (25/8), dia juga khawatir dengan jumlah penduduk miskin yang semakin banyak dan lapangan pekerjaan yang semakin sedikit. Sementara pemerintah bertindak seakan-akan tidak ada yang harus dikhawatirkan.
“Kalau dalam bahasa Jawa, Presiden SBY ini sudah bikin gregetan,” ujarnya lagi sambil menambahkan bahwa kegalauan yang dirasakan dirinya dan purnawirawan jenderal lainnya juga dirasakan oleh anggota TNI yang masih aktif. Hanya saja, yang masih aktif tentu tidak bisa bicara terbuka seperti mereka. [guh]