RMOL. Ketidakseriusan isi Pidato Kenegaraan yang disampaikan SBY di depan Sidang Bersama DPR dan DPD juga tampak dari pengabaian data-data kemerosotan human development index (index pembangunan manusia) Indonesia. Pidato SBY sama sekali tidak menyinggung turunnya kualitas hidup manusia Indonesia yang makin merosot bahkan lebih buruk ketimbang Palestina dan Srilanka.
Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif International NGOs Forum on Indonesian Development (Infid) Don K. Marut kepada Rakyat Merdeka Online (Selasa, 17/8).
Pengabaian terhadap komitmen pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) semakin terlihat dalam Pidato Pengantar Nota Keuangan RAPBN 2011 yang disampaikan pada sore harinya. Tak ada satu kalimatpun yang menegaskan bahwa RAPBN 2011 adalah instrumen untuk percepatan pencapaian MDGs. RAPBN 2011 lebih menonjolkan janji-janji menaikkan gaji pegawai negeri sipil dan TNI/Polri namun abai pada peningkatan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh.
Skema perlindungan sosial yang ditawarkan oleh RAPBN 2011 tetap tak bergeser dari perspektif karitatif yang bersifat bantuan sosial ketimbang penjaminan sosial yang lebih permanen. Pemerintah seolah-olah melihat dirinya sebagai donatur yang baik hati (benevolent government) kepada rakyatnya, sementari mengabaikan penderitaan rakyat akibat kebijakan-kebijakan pemerintah yang keliru, termasuk kebijakan yang menggantungkan diri pada utang luar negeri.
“RAPBN 2011 juga tetap menunjukkan bahwa Pemerintah Indonesia belum sembuh dari penyakit kecanduan utang. Tekad Presiden SBY untuk mengurangi utang agar tidak membebani APBN, seperti yang disampaikan pada Rapat Kabinet Terbatas Bidang Ekonomi tanggal 19 Juli 2010, ternyata tidak terbukti. RAPBN 2011 masih tetap mengandalkan utang luar negeri. Dengan defisit yang semakin tinggi yaitu Rp 115,7 triliun, tentu semakin besar pula utang yang dipakai untuk menutup defisit tersebut. Di sisi yang lain, dengan adanya beban jatuh tempo, RAPBN 2011 juga sangat besar mengalokasikan pembayaran bunga utang sebesar Rp 116,4 trilyun. Pembayaran utang luar negeri bahkan lebih besar daripada utang baru (negative flows),” urai Don.
Program-program yang disebut Presiden SBY sebagai program untuk mensejahterakan rakyat sebagian besar dibiayai dengan utang luar negeri, seperti PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat), BOS (Biaya Operasional Sekolah), PKH (Program Keluarga Harapan), BLT (Bantuan Langsung Tunai), Jamkeskin (Jaminan Kesehatan orang Miskin), dan sebagainya. Itu menunjukkan bahwa Pemerintah sekarang mau membantu rakyat miskin pada masa kini, dengan membebani rakyat miskin yang sama di masa depan untuk membayar pengembalian utang tersebut.
Atas situasi tersebut Don menilai bahwa ada fakta-fakta muram yang disembunyikan dalam Pidato Kenegaraan Presiden RI yang penuh dengan klaim keberhasilan. Don juga menilai, postur dan format RAPBN 2011 yang masih penuh aroma utang luar negeri tidak bisa menjadi instrumen pembiayaan untuk mencapai MDGs. [guh]