RMOL. Kilang minyak Montara di wilayah laut Australia bocor pada tanggal 21 Agustus 2009. Selama hampir setahun kebocoran minyak itu telah mencemari 90 ribu kilometer persegi wilayah laut Indonesia. Tak kurang dari 75 persen minyak yang tumpah justru mengotori Laut Timor milik Indonesia.
Dengan demikian, sebut Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Gusti Kanjeng Ratu Hemas, Indonesia menjadi negara yang paling dirugikan oleh perusahaan patungan Australia-Thailand tersebut.
Sayangnya, hampir satu tahun sejak peristiwa itu terjadi dan merugikan kehidupan warga Indonesia di pesisir Pulau Timor, Rote-Ndao, Alor, Sabu Raja, hingga perairan selatan Indonesia, pemerintah belum juga menunjukkan sikap tegas dan mengambil langkah konkret.
“Masih saja mengaku sedang berkutat menghitung kerugian dan mengumpulkan data. Padahal, makin hari kerugian makin besar dan berdampak jangka panjang, meliputi kerusakan yang lebih parah terhadap biota laut, terumbu karang, pantai, dan sebagainya. Makin hari, upaya menutupi kerugian dan luas areal tercemar pun makin mudah. Beberapa laporan yang diterima DPD RI menunjukkan indikasi kuat adanya upaya menutup-nutupi luas wilayah pencemaran tersebut,” jelas Hemas.
Bila pemerintah mengaku telah melokalisir areal pencemaran, sambungnya, maka pengakuan tersebut harus dapat dibuktikan. Dia juga meminta agar pemerintah segera memberi bantuan kepada masyarakat yang terkena dampak langsung dari pencemaran, tanpa menunggu proses gugatan kepada Montara. Apalagi, hingga hari ini nilai kerugian yang akan diklaim pemerintah juga belum jelas. [guh]