Wakapolda Metro Jaya, Brigjen Suyudi Ario Seto menyebut, obat-obat terlarang tersebut dibawa dari wilayah India lalu transit di Singapura dan tiba di Indonesia melalui jalur laut.
Setelah butir-butir obat tersebut tiba di gudang, para pelaku mengemas kembali dan dijual ke media sosial atau pemesan.
"Modus operandi yang dilakukan para tersangka yakni memasukkan obat-obatan ilegal jenis tramadol dan hexymer tanpa izin edar dari luar negeri," kata Suyudi di Polres Metro Jakarta Barat, Rabu (3/5).
Suyudi kemudian merinci peran dari tiga tersangka. Pertama, KHK berperan membantu memasukkan obat-obatan tersebut dari luar negeri ke Indonesia, serta sebagai penyedia gudang.
Kemudian AKA merupakan pemilik obat yang memesan dari India.
"Ketiga, AAM berperan membantu memasarkan obat-obat dan juga mengemas ulang obat ilegal ini," ucap Suyudi.
Tiga pelaku ditangkap di tiga lokasi berbeda di wilayah Jakarta. Yakni di Kedoya, Sunter, dan Kelapa Gading.
Tidak tanggung-tanggung, jumlah tramadol yang berhasil diamankan petugas sebanyak 28.320.000 dan 9.098.000 butir hexymer.
Bila dirupiahkan, para tersangka bisa meraup keuntungan mencapai Rp 497 miliar.
Kini, para tersangka dijerat dengan Undang-undang Kesehatan Pasal 196 Jo pasal 98 ayat 2 dan ayat 3 Undang-undang RI Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan dan pasal 197 Jo pasal 106 ayat 1 UU RI Nomor 36 tahun 2009 dengan ancaman hukuman penjara lebih dari 5 tahun.
Pengungkapan ini bermula saat penyidik menginterogasi pelaku tawuran yang ditangkap beberapa waktu lalu.
Rupanya, para pelaku tawuran terlebih dahulu menenggak pil tramadol dan hexymer sebelum beraksi.
Dari sini, polisi kemudian mengembangkan penyidikan dan berhasil membongkar gudang penyimpanan jutaan obat terlarang tersebut.
BERITA TERKAIT: