Pendidikan Konvensional Tak Bisa Mencerahkan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/yayan-sopyani-al-hadi-1'>YAYAN SOPYANI AL HADI</a>
LAPORAN: YAYAN SOPYANI AL HADI
  • Sabtu, 12 Maret 2016, 05:52 WIB
rmol news logo . Paradigma tradisional pendidikan yang secara umum masih berpengaruh di Indonesia semakin tidak memiliki kekuatan untuk mencerahkan anak-anak bangsa. Pendidikan semakin dirasakan sebagai tempat untuk bertransaksi sebagaimana layaknya sebuah industri kapitalistik yang semakin mengabaikan ruh, jiwa dan watak.

"Pendidikan semacam ini tak akan banyak bisa diharapkan mencerahkan masyarakat," kata cendekiawan muslim yang Wakil Ketua Majelis Pendidikan Tinggi PP Muhammadiyah, Sudarnoto A Hakim, beberapa waktu lalu (Jumat, 11/3).

Pernyataan Sudarnoto ini terkait dengan Rakernas Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiah yang digelar Majelis Pendidikan Tinggi, Penelitian dan Pengembangan PP Muhammadiyah. Makna penting acara ini antara lain terletak pada upaya peneguhan dan komitmen kolektif persyarikatan memasuki era baru Muhammadiyah abad ke II gerakannya, atau abad XXI. Dalam konteks ini, pendidikan dalam pandangan Muhammadiyah bukan pekerjaan yang biasa-biasa saja dan dikelola dengan cara-cara yang biasa, atau business as usual.

Pendidikan ke depan, lanjut Sudarnoto, haruslah bervisi kuat dan ditempatkan dalam kerangka masa depan kebangsaan yang panjang. Karena itu, Muhammadiyah sebagaj kekuatan amar ma'ruf nahy munkar dan sebagai kekuatan civil society Islam, melalui pendidikan, melahirkan orang-orang yang memiliki komitmen.

Pertama, komitmen mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berperspektif integrasi. Melalui cara ini Muhammadiyah akan memiliki ilmuan, saintis, intelektual yang distink.

Kedua, komitmen memperkokoh kekuatan rasional dan kritis. Ini sangat penting antara lain untuk menkritisi berbagai penyimpangan yang muncul di tengah-tengah masyarakat dan di kalangan penyelenggara negara yang makin nampak koruptif.

"Kebijakan kebijakan pemerintah terkait dengan pendidikan yang tidak transparan, tidak rasional, diskriminatif dan tidak memikirkan kepentingan umum haruslah dihentikan," tegas Sudarnoto.

Ketiga, sambung Sudarnoto, komitmen memperkokoh komitmen ideologis Keislaman dan Keindonesiaan. Muhammadiyah telah membuktikan komitmen ini dan bagi Muhammadiyah Indonesia adalah Darul Ahdi was Syahadah. Negara Pancasila adalah sebuah konsensus nasional yang diperjuangkan bersama dan hatus dirawat bersama. Muhammadiyah, melalui pendidikan, melahirkan syuhada para saksi sejarah dan sekaligus perawat, garda terddpan bangsa dari berbagai ancaman ideologi yang bertentangan dengan Pancasila.

"Jadi tugas pendidikan tinggi Muhammadiyah tidaklah konvensional karena harus ditempatkan dalam kerangka yang lebih besar. Dan inilah arah atau paradigma yang harus dibangun," demikian Sudarnoto. [ysa]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA