"Kebijakan Fair Usage dibuat menegaskan komitmen Link Net agar setiap Pelanggan mendapatkan kualitas layanan yang sesuai dengan Paket layanan yang dipilih oleh pelanggan," terangnya dalam laman tanya jawab Firstmedia.com terpampang sejumlah ketentuan dan alasan mengenai kebijakan FUP tersebut.
Lebih lanjut dituliskan dalam poin kelima Bab Pendahuluan, kebijakan itu disebutkan secara otomatis mengenali pelanggan yang melakukan pemakaian ekstrim, pengguna yang mengakses Internet secara berlebih hingga menyebabkan bandwidth sesak, dan bisa berakibat buruk pada semua pelanggan.
Sekalipun sudah menuliskan dalam lamannya, Direktur dan Corporate Secretary Link Net Dicky Setiadi Moechtar mengatakan kebijakan tersebut baru sebatas sosialisasi, dan aturan FUP sudah mereka tuliskan sejak dua atau tiga tahun lalu.
"Kita harus pasang itu secara umum ke publik supaya jika diperlukan kita bisa melakukannya. Kenyataanya kita tidak pakai kebijakan FUP itu," katanya kepada
CNN.
FUP sendiri bukanlah kebijakan baru, dan sudah digunakan oleh sejumlah ISP sejak beberapa tahun terakhir. Alasan mereka sama, yakni melindungi pelanggan dari pengguna menggunakan Internet secara berlebihan. Batasan FUP tentu berbeda dengan paket kuota yang banyak ditawarkan operator seluler. FUP hanya mencekik kecepatan pengguna setelah mencapai kapasitas tertentu, sedangkan paket kuota menjatahkan berapa besar pengguna boleh menerima Internet
Istilah Fair Usage Policy (FUP) sedang menjadi pembicaraan belakangan. Khususnya setelah layanan internet kabel milik Telkom Group, yakni IndiHome, menerapkan hal tersebut sejak 1 Februari 2016 lalu. Padahal bila diteliti lebih jauh, kebijakan FUP ini bukan barang baru di kalangan Internet Service Provider (ISP). Namun sayangnya, banyak ISP yang tak secara jelas memperinci kebijakannya secara terbuka. Berbeda halnya dengan IndiHome yang memerinci dengan pasti.
Terkait masalah ini, pengamat komunikasi Hendri Satrio mengimbau perusahaan Internet Service Provider melakukan publikasi atas layanan yang diberikan secara transparan dan terbuka. "Iklan itu seperti informasi jangan ada yang ditutup-tutupi apalagi sampai merugikan pelanggannya," terangnya.
Dia juga mengimbau Komite Penyiaran Indonesia (KPI) lebih aktif melakukan pengawasan terhadap iklan yang memuat janji-janji kepada publik. "Prinsipnya semua mesti dilakukan transparan sehingga informasi itu disampaikan secara jelas, jangan sepotong-sepotong dan ada yang disembunyikan demi keuntungan produsen saja," imbaunya.
Adapun IndiHome merupakan ISP yang dinilai melakukan transparansi, karena membuat informasi hingga sedetilnya. Skema FUP yang dilakukan Telkom Indihome dengan rincian, untuk layanan dengan kecepatan 10 Mbps maka Fair Usage yang diberikan hingga 300 GB. Setelah itu kecepatan turun hingga 25 persen hingga mencapai 400 GB, dan kemudian kecepatan diturun kembali hingga 40 persen unlimited.
Memang sekilas ini seperti kuota internet yang diberlakukan oleh operator GSM, tapi sebetulnya berbeda. Karena FUP ini hanya memberikan jatah, bila jatah tersebut habis dalam periode satu bulan misalnya, maka kecepatannya akan turun. Akan tetapi pengguna tetap bisa berselancar di dunia maya.
[ysa]