"Saya memahami bahwa itulah yang dimaksudkan Pemerintah yang ditetapkan dalam penetapan turunnya harga BBM yang akan berlaku pada 5 januari 2016 dengan menyampaikan adanya besaran nilai yang dipergunakan untuk anggaran ketahanan energi," kata Sofyano dalam keterangan beberapa saat lalu (Minggu, 26/12).
Mungkin, ungkap Sofyano, Menteri ESDM salah menyebutkan istilah itu dan terlanjur menyebutnya sebagai anggaran ketahanan energi. Adanya besaran nilai sebesar Rp 200 per liter pada harga premium dan Rp 300 per liter pada harga solar, harusnya dipahami sebagai
extra margin atau keuntungan lebih sebagai anggaran cadangan untuk menutup kerugian ketika harga bbm seharusnya naik tetapi tidak dinaikkan.
Dengan adanya ambang batas atas dan ambang batas bawah dan selama f
loor and ceiling itu tidak terlewati, maka harga jual ke masyarakat tidak boleh berubah. Dan kebijakan harga dengan ambang batas atas dan ambang batas bawah bisa merupakan jawaban atas tidak disetujuinya konsep dana stabilisasi BBM atau energi sebagaimana juga terhadap dana stabilisasi pangan yang tidak ada dalam APBN.
Untuk itu, lanjutnya, perlunya ditetapkan adanya ambang batas atas dan ambang batas bawah pada harga BBM yang berlaku, mengingat bahwa masyarakat negeri ini juga tidak terbiasa dengan harga BBM yang dikoreksi naik turun pada setiap per dua minggu sekali bahkan persatu bulan sekalipun.
Masyarakat dan dunia usaha akan bingung dan ini tidak baik pula bagi kepentingan dunia usaha karena perencanaan pembiayaan dunia usaha di negeri ini umumnya dibuat minimal per enam bulan," demikian Sofyano.
[ysa]
BERITA TERKAIT: