Dari satu sisi, langkah PKS ini memang bisa dibaca sebagai kesuksesan Jokowi dalam menaklukan partai yang dikenal sebagai partai tarbiyah tersebut. Artinya, jurus tarik ulur Jokowi, yang terlihat lembut namun tegas, memaksa PKS harus ikut dan larut dalam kekuasaan.
Ikut dalam kekuasaan ini pun mengandung beberapa sebab. Bisa karena kekuasaan itu begitu menggoda bagi PKS, yang selama ini selalu menempel pada pemerintahan. Atau juga karena ternyata, menjauh dari Jokowi yang diakui atau tidak masih mendapat kepercayaan dari rakyat banyak justru akan merugikan dan membawa bencana elektoral dalam pemilu mendatang.
Atau bisa juga karena ada dinamika internal PKS yang memang tak bisa dibendung lagi. Dinamika itu adalah dominasi kelompok "keadilan" yang lebih
salaf, serta tersingkirnya kelompok "kesejahteraan" yang selama ini begitu ekspresif dalam menyampaikan kritik kepada pemerintah.
Dan tentu saja, dalam konteks ini, sebagai partai dakwah, PKS pasti selalu memiliki dasar dan legitimasi teks keagamaan untuk menentukan sikap politiknya ini.
Teks keagamaan ini misalnya betapa kritik dan atau nasihat kepada pemimpin harus disampaikan secara santun, sebagaimana ditemukan dalam
manhaj salafi, yang merupakan salah satu pemahaman kegamaan dalam Islam, yang selama ini juga menjadi salah satu inspirasi dakwah PKS di luar kontroversi ragam salafi itu sendiri.
[ysa]
BERITA TERKAIT: