Dalam perjalanan dari Tel Aviv menuju Yerusalem, kami ditemani seorang guide lokal, Roley Horowitz. Dialah yang menjelaskan setiap jengkal†yang kami lewati, terutama saat memasuki Kota Yerusalem. Termasuk menjelaskan rentetan jadwal kegiatan kami dari pagi hingga malam!
Sejak di Indonesia, jadwal kegiatan sebenarnya sudah diemail, tapi di perjalanan Roley memberikan jadwal yang baru. Sebagaimana banyak pertanyaan ummat Muslim Indonesia, tentu yang paling ingin saya lihat langsung adalah Masjid al-Aqsha.
Soalnya, kiblat pertama ummat Islam ini banyak diberitakan telah "dinodai" oleh orang-orang Yahudi Israel, dikepung, dimasuki, bahkan ummat Islam dilarang shalat di dalamnya. Yang lebih ekstrim lagi, ada rencana Israel menghancurkan al-Aqsha. Ini adalah sebagian pertanyaan besar yang masih saya simpan. Saya ingin jawabannya dengan melihat langsung, dengan mata kepala saya sendiri.
Sayangnya, di jadwal pertama dan kedua tak tertulis jadwal ke al-Aqsha. Tapi saya yakin, tidak mungkin tempat seterkenal itu tak masuk jadwal, apalagi buat kami yang datang dari Indonesia, negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia ini. Saat saya bertanya ke Dr Colin Rubenstein AM, Direktur Eksekutif Australia/Israel & Jewish Affairs Council (AIJAC), yang mengundang kami melalui The Rambam Israel Fellowship Program ini, dia juga tak menjawab langsung.
Ternyata Roley menghibur saya, "Tentu kalian akan ke sana (al-Aqsha)." Dia lalu menjelaskan, kunjungan ke al-Aqsha dilakukan di hari kedua. Di jadwal disebutkan, itu termasuk rangkaian kunjungan ke Temple Mount!
Belakangan saya baru tahu, Masjid al-Aqsha itu adanya di area yang oleh orang Israel disebut dengan Temple Mount atau al-Haram asy-Syarif (tanah suci yang mulia). Jadi, Temple Mount itu artinya juga komplek bangunan suci, baik bagi ummat Islam, berupa al-Aqsha dan Kubah Batu (Qubbatus Shakhrah/Dome of Rock), maupun bagi ummat Yahudi, berupa Tembok Ratapan (Western Wall) yang terletak di Bukit Moriah.
Kawasan ini dikelilingi tembok berbentuk persegi panjang di bagian timur dalam wilayah Kota Lama Yerusalem, yang termasuk kawasan Yerusalem Timur. Menurut penganut agama Yahudi, lokasi al-Haram asy-Syarif ini juga merupakan lokasi Bait Allah (Temple Mount). Meski ada juga ummat Yahudi yang menyatakan lokasinya di Bukit Zion, yang berada di sebelah barat daya Kota Lama Yerusalem, Yerusalem.
Di hari pertama, kami ke Bukit Zion ini. Dari sini, pemandangan ke arah Kota Yerusalem sangat bagus, seperti memandang miniatur kota yang lengkap. Kita bisa menyaksikan al-Aqsha dan Kubah Batu di kejauhan yang bersebelahan sekaligus, menyaksikan pegunungan negara Yordania di kejauhan, juga sudut-sudut kota lainnya yang penuh dengan cerita sejarah ribuan tahun silam.
Saat itu sekitar pukul 15.00 sore. Hari agak gerimis. Kami yang sedang berada di atas bukit ini tiba-tiba dikagetkan oleh gema adzan shalat Ashar bersahut-sahutan dari beberapa masjid. Tak begitu yakin, kami memastikan kepada Roley, apakah itu benar suara adzan, padahal kami sedang berada di wilayah Israel. "Benar. Itu suara adzan dari masjid-masjid di sekitar sini," jawabnya santai.
Ini beda tentunya dibanding di negara-negara lainnya, dimana ummat Islam minoritas. Jumlah warga Muslim di Israel memang ada sekitar 1,5 juta jiwa dari sekitar 8 juta warga Israel secara keseluruhan. Secara urutan, Islam adalah agama di urutan kedua setelah agama Yahudi.
Meski hingga kini masih sering terjadi letupan konflik antara Israel dengan Palestina, menurut Roley, negaranya tidak pernah melarang ummat Islam di sana menggunakan pengeras suara saat adzan. "Kami negara demokratis. Nanti sebentar lagi kamu juga akan mendengar suara lonceng-lonceng gereja berdentangan," ujarnya lagi.
Tak berapa lama, tiba-tiba datang sekitar 50-an orang ke lokasi kami, untuk menikmati pemandangan Kota Yerusalem. Ternyata mereka adalah orang-orang Nasrani asal Indonesia yang sedang mengikuti tur ziarah ke Israel dan Palestina.
Karena tak jauh dari lokasi kami, juga terdapat Gereja St Peter Gallicantu, yang dibangun pada zaman Bizantium (457 M).
Di bagian bawah gereja ini terdapat sebuah ruang bawah tanah yang menurut tradisi, diduga adalah penjara Yesus selama satu malam. Di sebelah gereja terdapat tangga batu (holy stairs) yang berumur lebih dari 2.000 tahun. Diduga, di sana Yesus juga pernah berjalan dalam perjalanan rumah Imam Besar Kayafas, dengan keadaan terbelenggu untuk diadili dengan pengadilan yang telah direkayasa.
Bersambung
BERITA TERKAIT: