Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Sidang Itsbat, Mana Ukhuwahnya?

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/muhammad-sulton-fatoni-5'>MUHAMMAD SULTON FATONI</a>
OLEH: MUHAMMAD SULTON FATONI
  • Kamis, 16 Juli 2015, 16:11 WIB
<i>Sidang Itsbat, Mana Ukhuwahnya?</i>
KEMENTERIAN Agama Republik Indonesia nanti petang menggelar Sidang Itsbat. Tujuannya untuk menetapkan waktu akhir bulan Ramadhan sekaligus waktu tanggal 1 Syawal. Sidang Itsbat di era reformasi, menurut saya, adalah untuk memenuhi ekspektasi masyarakat Islam Indonesia atas dahaga kebersamaan dan kekompakan.

Biarlah urusan NU dengan ru’yatul hilal-nya, sedangkan urusan Muhammadiyah dengan hisahnya. Masyarakat Islam hanya ingin solusi Pemerintah untuk menjadi fasilitator dan eksekutor yang mampu mewadahi NU dan Muhammadiyah. Pasca sidang Itsbat tentu tak ada lagi perbedaan.

Tuntutan masyarakat untuk membangun kebersamaan dan kekompakan ini patut disyukuri.  Selanjutnya menjadi tugas penting bagi semua pihak, terlebih Pemerintah agar tetap berlangsung proses bangunan peradaban. Fenomena muslim Indonesia saat ini yang tidak lagi mempersoalkan ‘benar-salah’ antara Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah seharusnya menyadarkan Pemerintah untuk mengupayakan kebersamaan dan kekompakan kedua pengikut organisasi tersebut.

Sidang itsbat itu mestinya mampu mengimplementasikan ukhuwwah islamiyyah yang lebih kokoh. Ukhuwah Islamiyah  yang mampu menunjukkan persaudaraan seagama, satu mazhab Ahlussunnah wal Jamaah, satu visi keislaman dan keindonesiaan. Ibn Umar meriwayatkan hadits Rasulullah yang berbunyi, al-muslim akhul muslim…” seorang muslim dengan muslim lainnya itu bersaudara.

Pada tahun 1954 melalui Muktamar NU ke 20 di Surabaya, Nahdlatul Ulama telah berupaya agar Lebaran itu bisa dilakukan bersama-sama, kompak dan penuh persaudaraan. Salah satu keputusan penting waktu itu adalah memberi mandat kepada Pemerintah untuk menetapkan waktu Lebaran. Bahkan NU meminta agar Pemerintah melarang pihak-pihak yang mengumumkan hasil metode hisabnya sebelum ada pengumuman resmi Pemerintah (doc. PBNU, 1954).

Namun hingga kini perbedaan waktu Lebaran tak kunjung bisa diselesaikan dan disatukan. Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah berjalan sendiri-sendiri. Jika NU yang dominan di Kementerian Agama maka Sidang Itsbat mengikuti ritme NU. Sedangkan jika Muhammadiyah yang dominan di Kementerian Agama maka sidang Itsbat mengikuti ritme Muhammadiyah. Padahal Pemerintah sudah diserahi mandat NU agar melakukan langkah-langkah strategis menyelesaikan perbedaan ini. Cukup lucu juga jika hanya Lebaran di satu negara Indonesia, waktunya sering berbeda. Padahal punya Pemerintah yang legitimate.

Saya ingin memberi masukan kepada Pemerintah untuk tahun mendatang. Sikap NU adalah mengakui keputusan Pemerintah soal ketetapan sidang Itsbat. Penetapan awal Ramadhan dan Idul Fitri adalah ranah Pemerintah (al-ibrah biaqidatil hakim muthlaqan). Maka selanjutnya Pemerintah perlu memfasilitasi Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah untuk duduk bersama merumuskan konsep yang dapat diterima oleh kedua belah pihak.

Dua kekuatan civil society tersebut memerlukan forum permanen yang sewaktu-waktu dapat digunakan untuk melakukan konsolidasi dan rapat bersama untuk membahas isu-isu aktual keislaman. Kedua, Pemerintah perlu mengakomodasi keputusan bersama NU dan Muhammadiyah sebagai kebijakan Pemerintah terkait isu-isu penting keislaman. Semoga tahun depan persaudaraan kita makin kokoh. Wallahu a’lam bis shawab.
 
 *penulis adalah Wasekjen Pengurus Besar Nahdlatul Ulama

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA