Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Melatih Qana’ah di Bulan Ramadhan

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/muhammad-sulton-fatoni-5'>MUHAMMAD SULTON FATONI</a>
OLEH: MUHAMMAD SULTON FATONI
  • Rabu, 15 Juli 2015, 12:42 WIB
PANCARAN kemuliaan Ramadhan tak pernah kering untuk umat manusia. Di antara sekian banyak kemuliaan tersebut, para sufi merasakan kekuatan Ramadhan yang mampu mendorong orang-orang yang berpuasa untuk bersifat qanaah. Contoh kecil, dalam berbuka puasa Rasulullah mengajarkan berdoa yang mengandung sifat qanaah, Ya Allah,...atas rejekimu Aku berbuka puasa.”
 
Apa sih qana’ah itu? Sederhananya, qana’ahadalah sebuah sikap ‘menerima dengan lapang dada atas kondisi diri, meski tanpa menghilangkan sebuah upaya. Maka dalam menyikapi hidup, akan tetap bekerja keras, meski sikap akhirnya adalah menerima hasil upayanya dengan lapang dada; baik sukses maupun gagal. Karena itulah, Abu Bakar al-Maraghi (wafat 1455M), tokoh sufi klasik mengatakan, Qana’ah adalah bagian dari ridha (lapang dada). Qana’ahmerupakan awal dari kerelaan.”
 
Terdapat kisah apik tentang qana’ah yang terpancar dari tokoh sufi panutan warga Nahdlatul Ulama, Syaikh Abu Yazid al-Busthami (874 â€" 947 M). Suatu hari beliau bersama temannya mencuci pakaian di tengah padang. Saat tiba waktu menjemur, sang teman berkata, Gantung saja pakaian kita di tembok dengan memutar.”  Mendengar usulan temannya, Abu Yazid menjawab tidak setuju, Jangan menyelipkan kayu di tembok orang.” Karena tidak disetujui, sang teman memberikan alternatif lain, Kalau begitu, jemur saja di pohon.” Abu Yazid kembali mencegah, Jangan, nanti rantingnya bisa patah.” Mendapat penolakan dua kali, sang teman mulai heran, Apakah kita jemur di atas rumput?” Tanyanya kemudian. Lagi-lagi Abu Yazid menunjukkan ketidaksenangannya, Jangan, rumput itu makanan binatang.” Serta merta Abu Yazid meletakkan pakaian yang masih basah itu di punggungnya. Begitu sisi pakaian kering, ia balik lagi untuk sisi lain hingga kering keseluruhan dan dipakainya kembali.
 
Perilaku Abu Yazid tersebut adalah gambaran sederhana qana’ah. Abu Yazid sangat menyadari bahwa kondisi dirinya saat itu adalah kekayaan yang harus disyukuri. Karena itu, yang tampak bukannya keluh kesah tiadanya fasilitas. Tapi sebaliknya, memberdayakan sesuatu yang telah menjadi miliknya. Dari kegigihan itulah akan tersembul kekayaan, yaitu sikap merasa cukup dengan yang ada. Hal ini pun pernah disentil Rasulullah dengan sabdanya, Qana’ah merupakan kekayaan yang tidak akan sirna.”
 
Seseorang yang bersifat qana’ah mampu menangkap kemuliaan Ramadhan dari berbagai sisi. Maka orang yang telah bersentuhan dengan qana’ah, sisi manapun Ramadhan akan terasakan kemuliaannya. Kitab Zabur memfirmankan, Orang yang qana’ah adalah orang kaya meskipun ia lapar.”  Begitu juga orang yang telah menghiasi diri dengan qana’ah akan menjalani puasa Ramadhan dengan riang. Bulan Ramadhan yang ia jalani masuk dalam pusaran lapang dada dan rasa berkecukupan.

Suasana seperti inilah yang dilukiskan oleh Muhammad bin Ali al-Turmudzi dengan  ‘ridla al-nafs bima qasama min al-rizq’, yaitu jiwa yang sudah terbiasa mengatakan ‘cukup’ (al-iktifa’ bi al-maujud) serta emoh berkata ‘kurang’. Juga qana’ah akan membentuk jiwa mudah lupa atas capaian-capaian yang berlalu (zawaal al-tham’ fi ma laisa bi-hashil),  sebaliknya, ia  enggan untuk bersikap arogan. Rasulullah saw berdoa, Ya Allah, mohon jadikan hatiku lapang menerima rejeki-Mu…”

*penulis adalah Wasekjen Pengurus Besar Nahdlatul Ulama

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA