Tahun lalu saja, sebut Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di bursa saham China meroket 160 persen. dengan demikian, koreksi hingga 30 persen dapat dikatakan tidak berarti apa-apa, karena masih untung besar.
"Kenaikan yang sangat tinggi itu diakibatkan faktor fundamental berupa ekspektasi yang tinggi, selain karena regulator kurang hati-hati. Banyak saham gorengan. Gadai saham jadi hal yang biasa," ujar Bambang dalam perbincangan dengan redaksi di rumahnya di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta, Minggu malam (12/7).
Dalam praktik ekonomi, lanjut Bambang, harga saham tidak bisa selamanya naik. Harga saham rentan terkoreksi baik karena aksi korporasi maupun aksi non korporasi.
"Yang menarik kalau kita hitung
year to date, IHSG China masih tumbuh 23 persen," kata Bambang.
Secara umum, kondisi di bursa saham China itu tidak parah seperti yang dibayangkan banyak orang. Apalagi bila dikaitkan dengan kemampuan Indonesia mengakumulasi investasi dari China.
"Terlepas dari masalah di bursa saham, pertumbuhan ekonomi China memang sedang
slowing down karena selama ini
over investment, misalnya ada pelabuhan yang kosong, juga jalan yang kosong,†masih kata Bambang.
Dalam fase
slowing down ini, pemerintah China mengubah strategi. Pembangunan yang selama ini ditopang investasi mulai digeser ke konsumsi publik.
"Ada keinginan menggeser pertumbuhan dari
investment based menjadi
consumption based. Konsekuensinya, pertumbuhan ekonomi sedikit terganggu. China siap pertumbuhan ekonominya tidak lagi 10 persen, hanya 7 persen. Tapi angka itu pun cukup tinggi dan sangat baik di tengah situasi perekonomian global yang melemah saat ini," demikian Bambang.
[dem]
BERITA TERKAIT: