Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Sepuluh Hari Terakhir di Masjid Al-Nahdlah

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/muhammad-sulton-fatoni-5'>MUHAMMAD SULTON FATONI</a>
OLEH: MUHAMMAD SULTON FATONI
  • Sabtu, 11 Juli 2015, 11:43 WIB
<i>Sepuluh Hari Terakhir di Masjid Al-Nahdlah</i>
PUASA Ramadhan telah memasuki sepuluh hari yang ketiga. Shaff salat tarawih di mesjid al-Nahdlah Gedung PBNU masih utuh seperti awal Ramadhan. Jumlah jamaah salat tarawih masih seperti saat awal puasa Ramadhan. Mereka tampak khusyu’ mengikuti sesi demi sesi kegiatan ibadah yang telah disusun Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama. Sejak sore hari mereka beribadah hingga berakhir saat selesai salat tarawih.

Praktis selama lima jam setiap hari mereka khusyu’ di mesjid al-Nahdlah. Sejak datang ke mesjid di sore hari hingga pulang pukul 21.00 malam. I’tikaf di mesjid, membaca al-Qur’an, salat, mengaji, zikir, buka puasa bersama. Ritme ibadah yang cukup membuat iri siapapun yang melihatnya, termasuk para tamu yang kebetulan berkunjung ke kantor PBNU.

Ibadah memang tak kenal batasan waktu. Segala aktivitas yang baik dapat bernilai ibadah saat kita niati ibadah. Namun dalam sepuluh hari akhir bulan Ramadhan terkandung keistimewaan. Rasulullah SAW telah mengajarkan hal ini kepada para sahabat kala itu. Bila memasuki sepuluh hari akhir bulan Ramadhan (tanggal 21 hingga Ramadhan berakhir), Rasulullah makin semangat beribadah melebihi hari-hari selainnya (yajtahid fil ‘asyhril awahir ma la yajtahid fi ghairih).

Teladan Rasulullah di atas tentu diikuti para sahabat. Kemudian perilaku para sahabat diteruskan oleh para pengikut sahabat (tabi’in), juga pengikut tabi’in (tabi’it tabi’in) dan dilestarikan oleh para kiai hingga perilaku Nabi Muhammad saw tersebut menjadi teladan bagi umat Islam era kini, termasuk jamaah mesjid al-Nahdlah.

Dari sisi content ibadah, tak ada yang berbeda antara bulan Ramadhan dan di luar bulan Ramadhan. Termasuk sifat salat tarawih yang tak berbeda dengan salat-salat lainnya. Namun di bulan Ramadhan terdapat keistimewaan yang menjadikan bobot nilainya berbeda dengan bulan-bulan lainnya. Teristimewa di dalamnya terdapat ibadah puasa Ramadhan yang diikuti oleh jenis-jenis ibadah sunnah nan mulia lainnya.

Ibadah-ibadah sunnah lainnya seperti: karena puasa Ramadhan, jamaah mesjid al-Nahdlah menikmati peningkatan volume bacaan al-Qur’annya, baik di dalam maupun di luar salat. Mereka membaca al-Qur’an setiap ada jeda waktu dan banyak di antara mereka yang mampu mengkhatamkan al-Quran, minimal sekali selama bulan Ramadhan.

Tak hanya membaca al-Quran saat waktu jeda. Para ulama pun menganjurkan agar salat tarawih diisi dengan bacaan al-Quran sehingga bisa tuntas 30 juz saat Ramadhan berakhir. Rinciannya, dalam semalam (20 rakaat tarawih) cukup membaca satu juz. Tak perlu buru-buru, karena disunnahkan saat membaca al-Quran, sesuai dengan kaidahnya (tartil). Juga tak perlu terlalu panjang membaca al-Qurannya agar salat tarawihnya tidak terlalu lama (walyahdzar minat tathwil). Inilah ajaran para kiai yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw.  

Ibadah yang tak kalah nikmat dan menyenangkan tentu saja saat buka bersama. Meski cukup dengan nasi kotak dan minuman yang terbatas, buka bersama di mesjid al-Nahdlah mempunyai kekuatan kenikmatan tersendiri. Saling memberi dan berbagi. Termasuk suasana saling mendoakan. Suasana kemanusiaan ini terasakan sebagai wujud dari sabda Rasulullah saw. sedekah dari sahabatnya, Allahumma shalli ‘alaihim (ya Allah, semoga Kau beri kasih sayang mereka di dunia dan akhirat).

*penulis adalah Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA