Dradjad Wibowo: Tudingan Faisal Basri pada Hatta Rajasa Salah Besar!

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/yayan-sopyani-al-hadi-1'>YAYAN SOPYANI AL HADI</a>
LAPORAN: YAYAN SOPYANI AL HADI
  • Senin, 25 Mei 2015, 21:08 WIB
Dradjad Wibowo: Tudingan Faisal Basri pada Hatta Rajasa Salah Besar<i>!</i>
dradjad h wibowo/net
rmol news logo . Tudingan Faisal Basri yang menyebut bahwa mantan Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa, sebagai biang keladi kekacauan industri bauksit nasional dan kebijakan ini diambil Hatta Rajasa sebagai bagian dari upaya politik dalam menghadapai Pilpres 2014 merupakan kesalahan besar.

Demikian disampaikan ekonom senior Dradjad H Wibowo. Sebagai sesama ekonom, Dradjad menyayangkan analisis Faisal Basri yang sama sekali tidak merujuk UU Minerba. Dradjad mengingatkan, pembangunan pabrik pengolahan (smelter) yang secara populer disebut hilirisasi adalah perintah UU No 4/2009, dan wajib berlaku mulai 12 Januari 2014.

"Jadi tuduhan FB bahwa timing-nya dikaitkan Pilpres itu salah besar. Timing-nya adalah sesuai perintah UU. Titik," tegas Dradjad kepada Kantor Berita Politik RMOL beberapa saat lalu (Senin, 25/5).

Sebagai Direktur bidang Program dan Kebijakan timses Prabowo-Hatta, Dradjad juga menegaskan bahwa tidak ada sama sekali kaitan Capres-Cawapres dengan keuntungan yang diperoleh Rusal dalam bentuk apapun. Dan jelas, fakta-fakta tersebut sama sekali tidak ada hubungan kausalitasnya.

"Bang Faisal mengait-ngaitkan kenaikan harga saham Rusal dengan kebijakan tersebut dan Pilpres, yang mengimplikasikan  kebijakan tersebut dibuat terkait dengan pencalonan bang Hatta. Akademisi yang jujur dan mumpuni akan sangat berhati-hati membangun hubungan kausalitas antara fakta-fakta. Tidak sembarangan mengaitkan. Kalau mahasiswa bimbingan saya membuat hubungan kausalitas seperti cara bang Faisal, pasti tidak akan saya luluskan," tegas Dradjad.

Dradjad menegaskan juga, sejak saat RUU Minerba disusun, pada saat itu ia masih Wakil Ketua Fraksi PAN di DPR, dan ia memang mendapat banyak tekanan dari pihak asing dan antek-anteknya. Para antek-antek asing itu tidak menginginkan Indonesia membangun smelter, dan ingin Indonesia tetap sebagai eksportir mineral mentah. Para antek asing itu juga ingin kekayaan alam Indonesia dikuras mentah-mentah sehingga mereka yang menikmati nilai tambah besar-besaran dari pengolahan.

"Mereka ingin teknologi dan industri Indonesia tidak usah berkembang. Insinyur-insinyur Indonesia tidak usah menjadi jago pengolahan. Biar mereka saja. Di mata mereka, Indonesia cukup jadi kuli keduk saja. Siapa mereka? Mereka adalah raksasa-raksasa tambang di Indonesia maupun dunia," jelas Dradjad.

Saat itu, sambung Dradjad, tekanan ini semakin keras ketika hilirisasi dijalankan, termasuk ancaman akan dibawa ke WTO. Syukur, amanat UU tersebut tetap dijalankan. "Silakan saja dinilai sendiri, orang-orang yang anti hilirisasi tersebut pro-industri nasional atau pro-asing?” Tanya Dradjad.

Dradjad juga mengingatkan bahwa pertarungan ideologi ekonomi tidak akan pernah berhenti. Hilirisasi adalah bagian dari ideologi yang pro-pembangunan nilai tambah domestik dan kapasitas teknologi bangsa. Sementara mereka yang pro ekonomi liberal atau tunduk pada Konsensus Washington memang menentang keras UU Minerba ini.

"Pilihannya di tangan kita. Menjadikan Indonesia bangsa yang kuat industrinya, atau tetap menjadi bangsa kuli asing," tegas Dradjad, sambil berharap pemerintahan Jokowi-JK konsisten menjalankan perintah UU tersebut, dan tidak tunduk pada tekanan-tekanan asing dan antek-antekya.

"Sebagai catatan, saya bukan anti-asing. Rekam jejak pendidikan dan pekerjaan saya cukup sebagai buktinya. Tapi saya mau Indonesia sama majunya dengan negara-negara maju," tegas Dradjad. [ysa]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA