"Sebagai bagian dari komunitas internasional, Indonesia bahkan Thailand dan Malaysia sudah sepantasnya memberikan perlindungan dan bantuan terhadap pengungsi Rohingya. Tidak harus terpaku pada Konvensi 1951," kata pakar migrasi dari Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada, Sukamdi, dalam keterangan beberapa saat lalu (Kamis, 21/5).
Pada 1994, lanjut Sukamdi, Indonesia sebenarnya telah memberikan persetujuan atas hasil Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan di Kairo, Mesir. Program Aksi ICPD 1994 khususnya di bab 10 tentang migrasi internasional menyebutkan, dalam kasus kedatangan pengungsi dalam jumlah besar serta tiba-tiba, pemerintah negara-negara penerima harus mempertimbangkan untuk memberi perlindungan sementara hingga solusi jangka panjang bagi para pengungsi ditemukan.
Menurutnya, warga Rohingya sebenarnya sudah masuk dalam kategori pengungsi atau refugees yang harus dilindungi hak-haknya, terutama hak untuk hidup dan bertempat tinggal di wilayah yang menurutnya aman. Sayangnya, pemerintah masih mengkategorikannya sebagai imigran ilegal.
"Warga Rohingya bermigrasi karena tidak punya pilihan lain. Mereka menghadapi konflik yang berlapis, tidak hanya horizontal seperti konflik antaretnis dan antaragama melainkan juga konfilk struktural, yakni dengan Pemerintah Myanmar," kata Sukamdi.
[ysa]