MEDIA ASING DI PAPUA

Susaningtyas: Intelijen Harus Bekerja Dua Kali Lipat

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/yayan-sopyani-al-hadi-1'>YAYAN SOPYANI AL HADI</a>
LAPORAN: YAYAN SOPYANI AL HADI
  • Senin, 11 Mei 2015, 17:45 WIB
Susaningtyas: Intelijen Harus Bekerja Dua Kali Lipat
susaningtyas/net
rmol news logo . Bila dilihat dalam konteks demokratisasi, keputusan Presiden Joko Widodo yang membebaskan media asing untuk masuk ke Papua bisa dikatakan sebagai langkah maju keterbukaan kepada dunia international.

"Tetapi, dari sisi keamanan dan pertahanan kedaulatan negara apakah baik? Belum tentu 100 persen baik," kata pengamat militer-intelijen, Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati, kepada Kantor Berita Politik RMOL beberapa saat lalu (Senin, 11/3).

Susaningtyas kembali mengingatkan, Papua adalah suatu daerah yang banyak memiliki hot spot area. Hot sopt area ini memiliki potensi gangguan cukup luas.

"Jangan sampai juga masuknya media asing sebagai giat under cover intelijen asing masuki Papua. Ini harus diwaspadai," tegas Nuning, begitu Susaningtyas disapa.

Nuning menjelaskan bahwa masalah Papua perlu dipahami dalam satu orientasi mempetakan akar masalah oleh semua stakeholders. Memahami akar masalah ini sangat penting sebelum merumuskan proses, tahapan dan pola penyelesaian.

"Kalau stakeholders memiliki pemahaman latarbelakang permasalahan, leading sector harus memberikan pedoman-pedoman pemahaman terlebih dulu tidak sekonyong-konyong merumuskan solusi. Masalah Papua sejalan dengan proses sejarah kemerdekaan NKRI," tegas Nuning.

Dengan keputusan presiden ini, Nuning menegaskan bahwa Badan Intelijen Negara (BIN) sebagai koordinator dan institusi intelijen sepertinya harus bekerja dua kali lipat

"Karena sangat sulit membedakan pencarian info untuk kebutuhan berita atau data intelijen," demikian Nuning. [ysa]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA