RUPS ini juga dikabarkan bukan sembarangan rapat. Bau intrik bisnis yang bercampur dengan aroma politik tercium begitu nyata. Tujuan dan target rapat pun jelas: menyingkirkan beberapa direksi dan komisaris.
Direksi dan komisaris yang mau digusur ini adalah para direksi dan komisaris yang mau membesarkan Telkom, juga anak perusahaan Telkom yang bergerak di bidang infrastruktur dan pengadaan sewa menara Base Transreceiver Station (BTS) Telekomunikasi, PT Dayamitra Telekomunikasi atau Mitratel. Mereka ini adalah para direksi dan komisaris yang mau membikin perusahaan negara tersebut besar.
Rencana dan agenda RUPS bermula ketika beberapa pengusaha yang sudah lama bermain dari satu penguasa ke penguasa lain, mau memonopoli, mengambilalih, dan mengendalikan jaringan infrastruktur telekomunikasi Indonesia. Mereka pun tak segan-segan melanggar hukum, merugikan keuangan negara dan melemahkan ketahanan nasional Indonesia pada sektor telekomunikasi nasional.
Cara mereka mengambilalih dan memonopoli jaringan infrastruktur telekomunikasi Indonesia ini adalah dengan meniupkan pengaruh agar PT Telkom menjual Mitratel kepada pengusaha swasta yang namanya cukup dikenal oleh publik Indonesia. Di balik dua orang penguasa ini ada tokoh lain yang juga sudah dikenal dan disebut-sebut sebagai pemain, atau bahkan mafia, yang memiliki kedekatan dengan politisi ternama di Republik.
Tokoh-pengusaha ini yang paling banyak memiliki kepentingan. Sialnya, disebut-sebut, tokoh-pengusaha ini juga selalu memberikan investasi politik kepada lingkaran penguasa Republik. Bahkan rencana penjualan Mitratel ini sudah ada sejak rezim lama, namun sedikit tertunda karena memasuki era transisi. Tak mau kehilangan waktu dan momentun, tokoh-penguasa ini juga menanam investasi lagi kepada lingkaran rezim baru.
Maka pada mulanya, upaya dan rekayasa mereka menjual Mitratel dengan potensi kerugiaan negara sekitar Rp 10 triliun itu berjalan mulus. Sayang, di mata mereka, ada batu kerikil yang mengganjal rencana ini.
Batu kerikil ini, selain tak mau jaringan telekomunikasi dikuasai pihak swasta, juga memang tak mau ada kerugian negara dengan nilai penjualan yang sangat rendah. Lebih-lebih sebenarnya juga disebutkan bahwa beberapa direksi lama sudah mulai dibidik kasus dugaan korupsi.
Namun sepertinya, disebutkan lagi, kepentingan tokoh-pengusaha untuk mencengkeram dan mengambilalih usaha negara ini sudah di ujung ubun-ubun. Berbagai cara pun dilakukan. Maka RUPS digelar: sebagai upaya besar menyingkirkan batu kerikil itu yang menolak penjualan Mitratel.
[ysa]
BERITA TERKAIT: