Pertama, kata pakar hukum pidana Jamin Ginting, ditemukan adanya novum atau bukti baru. Kedua, terbukti ada kekeliruan atau kekhilafan yang dilakukan hakim saat membuat putusan kasasi. Setidaknya kekeliruan ini terlihat dengan adanya dua putusan MA yang bertentangan.
"Dua hal ini bisa dijadikan dasar untuk pengajuan PK," ujar Jamin kepada wartawan, Minggu (1/3).
Terkait novum, kata Jamin, harus merupakan alat bukti yang tidak pernah dihadirkan dalam ruang sidang tetapi baru ditemukan belakangan saat putusan dijatuhkan. Tentu saja alat bukti ini akan diuji dulu di Pengadilan Negeri apakah layak menjadi novum atau tidak. Jika memang layak, maka bisa dipakai untuk membalikkan fakta-fakta yang ada sehingga putusannya menjadi berbeda dengan putusan sebelumnya.
Sedangkan kalau ternyata apa yang diputuskan hakim kasasi, kata Jamin, ada kekeliruan nyata-nyata dalam mengutip pasal atau menafsirkan pasal berbeda dengan maksud yang dituju oleh pasal tersebut, itu jelas merupakan kekhilafan hakim. Atau yang lebih parah jika terbukti adanya penyelundupan hukum. Artinya, ada ketentuan hukum yang seharusnya dicantumkan dan dimunculkan dalam putusan, namun si hakim tidak mencantumkan, itu bisa masuk kategori penyelundupan.
Untuk kasus IM2 ini, ujar Jamin memberikan sedikit saran terutama jika memang kuasa hukum Indar akan memakai dua putusan hakim kasasi yang saling bertentang sebagai dasar pengajuan PK, yang paling penting diperhatikan adalah apakah PTUN bisa membalikan fakta-fakta yang ada sehingga putusannya menjadi berbeda dengan putusan sebelumnya.
Jamin memaparkan, salah satu unsur yang harus dikejar dalam PTUN ini adalah ada atau tidak adanya kerugian negara dimana pemeriksaannya dilakukan oleh BPKP yang seharusnya dilakukan oleh BPK.
"Ini memang sedikit agak lemah karena secara materiil substansi kalau ternyata memang ditemukan adanya unsur kerugian negaranya, maka akan berat bagi Indar dan Indosat. Majelis hakim PK tidak akan mempermasalahkan lembaga mana yang melakukan pemeriksaan sehingga ditemukan adanya unsur kerugian negara," ujarnya.
Meski demikian, Jamin lebih condong jika kekhilafan atau kekeliruan hakim kasasi dalam membuat putusan dipakai sebagai dasar pengajuan PK. Hal ini didasarkan pada perbedaan struktur berpikir antara hakim dengan para ahli di bidang Telekomunikasi. Dalam industri telekomunikasi, kewenangan itu ada di tangan Menkominfo.
"Jika Menkominfo menegaskan tidak ada kerugian negara, seharusnya tidak bisa dijadikan dasar untuk membuat putusan seperti itu. Apalagi ini dikuatkan dengan adanya putusan PTUN," tegasnya.
[dem]