"Ini jelas jauh dari harapan. Bagi kita kaum bumi putera, alih fungsi lahan mangrove telah mengakibatkan banyak hal negatif, termasuk perubahan struktur sosial dan hilangnya sebuah kebudayaan, ini juga berakibat hilangnya kedaulatan negara Indonesia," ujar Sekretaris Nasional (Seknas) Serikat Boemi Poetera, Abdullah Rasyid, dalam keterangan kepada redaksi.
Aktivis 98 itu mendorong Pemerintah Provinsi Sumatera Utara untuk turun tangan menyelesaikan masalah ini. Rasyid juga mengatakan dirinya bertekad menggalang kekuatan aktivis untuk mengangkat persoalan ini menjadi pembahasan tingkat nasional.
"Persoalan di daerah pesisir dapat menyasar pada ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan. Ini harus disadari. Karenanya pula, pemerintah pusat tengah menyiapkan sistem tata kelola kawasan pesisir pantai," tambah Rasyid yang disebut-sebut sebagai salah seorang kandidat kuat Walikota Medan.
Serikat Boemi Poetera, lanjut Rasyid, sejak awal memandang alih fungsi hutan mangrove menjadi kebun kelapa sawit sebagai persoalan besar yang mesti segera disikapi. Sebagai langkah awal Serikat Boemi Poetera menurunkan Tengku Zainuddin, salah seorang penelitinya. Hasil penelitian tersebut kemudian dihadirkan pada Focus Group Discussion yang dihadiri pihak Pemerintah Langkat.
"Kami berharap penanganan terhadap Desa Perlis dapat menjadi model untuk penanganan hal serupa di daerah pesisir lainnya. Hampir seluruh kawasan pesisir di Indonesia nasibnya sama. Lebih dari satu juta hektare hutan mangrove telah dirusak," sambung Rasyid.
Dia menambahkan, di Sumatera Utara, hutan mangrove yang semula luasannya mencapai 400 ribu hektare kini hanya tersisa 38 ribu hektare yang sebagian berada di Langkat.
[dem]
BERITA TERKAIT: