Namun, belum sempat mengharu-biru, kegembiraan ini harus kembali mati. Belakangan santer disebut-sebut nama Sri Adiningsih yang akan diangkat jadi Menko Perekonomian. Sri Adiningsih adalah ekonom asal UGM yang juga teman sekolah Jokowi di Solo dulu.
Peneliti Lingkar Studi Perjuangan (LSP) Gede Sandra menilai figur Sri Adiningsih tak ada bedanya dengan ekonom yang tak jadi dipilih sebelumnya karena dia juga ekonom yang berhaluan neoliberal.
"Pak Jokowi harus berhati-hati terhadap Sri Adiningsih. Meskipun berasal dari UGM yang terkenal sebagai kampus kerakyatan, namun haluan pikirnya sangat neoliberal seperti layaknya ekonom mafia berkeley lainnya. Dalam banyak kesempatan di berbagai seminar, dia tanpa malu-malu memuja pasar bebas," kata Gede Sandra kepada
RMOL sesaat lalu (Kamis, 23/10).
Lebih dari itu, katanya, pada saat proses amandemen UUD 1945 di BP MPR tahun 2001, Sri Adiningsih masuk barisan ekonom yang mendukung dilakukannya amandemen terhadap Pasal 33 UUD 1945 bersama empat ekonom lainnya yaitu Sri Mulyani, Syahrir, Didik Rachbini, dan Bambang Sudibyo. Sedangkan dua ekonom senior Prof Mubyarto dan Dawam Rahardjo saat itu berada dalam posisi berseberangan dengan mereka. Bahkan saat itu Prof Mubyarto sampai melakukan aksi walkout untuk menunjukkan dirinya tegas menolak amandemen pasal ekonomi dalam Konstitusi.
Saat itu Sri Adiningsih dan para ekonom neoliberal berhasil memasukkan ayat (4) Pasal 33 UUD 1945 yang mencantumkan tentang asas efisiensi yang bernuansa liberalisme. Keberadaan ayat ini lah menegasikan ayat-ayat sebelumnya yang bernuansa kerakyatan di Pasal 33.
"Saya berharap kedekatan secara almamater dengan Sri Adiningsih tidak membutakan Jokowi dari fakta bahwa dia adalah ekonom neoliberal yang membahayakan bagi terlaksanannya Trisakti," pungkas Gede yang juga lulusan magister ilmu ekonomi UI.
[dem]