Makanya, jelas Direktur Eksekutif The Indonesian Institute (TII), Raja Juli Antoni, SBY berpeluang mencatat sejarah yang akan terus dikenang anak bangsa sebagai pemimpin yang
decisive bila berani menaikan harga BBM pada hari-hari terakhir masa kepemimpinannya.
“Subsidi energi (BBM dan listrik) yang mencapai Rp 350 triliun menyisakan ruang fiskal yang sangat sempit bagi pemerintah untuk menggelindingkan roda pembangunan. SBY berpeluang memperbaikinya bila ia ingin dikenang sebagai pemimpin
decisive yang meninggalkan
legacy positif bagi bangsa,†kata Raja Juli Antoni, (Rabu, 27/8).
Menurutnya, kenaikan harga BBM bukan saja terkait dengan memperluas ruang fiskal. Namun, dari itu juga berhubungan dengan keadilan distribusi “kue negera†yang selama ini misalokasi. Karena sudah menjadi rahasia umum bahwa subsidi energi terutama BBM merupakan subsidi yang tidak tepat sasaran.
“Subsidi BBM sebagian besar dinikmati orang kaya. Uang negara ‘dibakar’ tiap harinya oleh penduduk yang berpenghasilan tinggi,†tegasnya.
Menurut mantan Direktur Eksekutif MAARIF Institute ini, dana subsidi BBM dapat direalokasikan untuk target yang lebih jelas dan tepat sasaran yaitu membantu rakyat miskin dengan meningkatkan fasilitas kesehatan, pendidikan perumahan dan lain sebagainya.
“Masih ada beberapa minggu lagi. Kita berharap pak SBY mengeluarkan keputusan politik yang akan membuat dirinya sebagai presiden yang husnul khatimah, mengakhiri jabatannya dengan baik,†pungkasnya.
Sebelumnya, Menko Perekonomian Chairul Tanjung sudah menegaskan bahwa Pemerintahan SBY tidak akan menaikkan harga BBM. Karena pemerintah tidak mau menambah beban masyarakat yang sudah cukup berat terkait kenaikan harga BBM pada 2013 dan juga akibat kenaikan tarif dasar listrik (TDL).
"Pemerintahan SBY menilai sudah cukup beban tersebut ditanggung masyarakat. Sehingga tidak selayaknya diberikan beban lagi," kata Chairul Tanjung.
[zul]
BERITA TERKAIT: