RMOL. Tak ada yang lebih membanggakan lagi bagi Bangsa Indonesia, jika di Hari Konstitusi Indonesia yang diperingati setiap 18 Agustus dijadikan momentum bagi Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menegakkan konstitusionalitas Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia 2014 dalam persidangan sengketa PHPU (Perselisihan Hasil Pemilihan Umum).
Harapan terhadap MK dalam menegakkan konstitusionalitas Pemilu Pilpres 2014 terutama juga ditunggu-tunggu oleh pasangan Capres dan Cawapres Prabowo Subianto- Hatta Rajasa dan seluruh pendukungnya. Melalui hasil putusan persidangan sengketa PHPU Pilpres 2014 yang diumumkan MK pada tiga hari mendatang, yaitu pada 21 Agustus 2014, diharapkan MK dapat memberikan keputusan seadil-adilnya demi menegakkan konstitusi dan legalitas dari pelaksanaan Pilpres 2014.
Usaha demi menegakkan konstitusi dan keadilan dengan mengungkapkan kecurangan yang terjadi pada proses Pilpres 2014 ini telah dilakukan Tim Pembela Merah Putih dari pasangan Capres dan Cawapres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dengan mendaftarkan perkara PHPU Pilpres 2014 di MK. Sidang pertama perkara sengketa PHPU Pilpres 2014 inipun digelar pada 6 Agustus 2014.
Tim Pembela Merah Putih, Maqdir Ismail menegaskan bahwa gugatan pasangan Capres dan Cawapres Prabowo-Hatta adalah tindakan yang sah dan dijamin secara konstitusional. Aksi gugatan ini merupakan simbol kesetaraan. Dan MK diharapkan menggelar sidang yang adil dan berimbang, sesuai dengan konstitusi, dan bukti-bukti nyata yang muncul di persidangan.
“Bukan persoalan menang atau kalah tapi bagaimana menegakkan nilai-nilai keadilan dan kebenaran untuk demokrasi yang lebih sehat,†tegas Maqdir Ismail dalam keterangan persnya yang diterima redaksi (Rabu, 20/8).
Maqdir mengatakan inti dari permohonannya adalah meminta MK untuk menetapkan perolehan suara 67.139.153 suara (50, 26%) untuk pasangan Capres dan Cawapres Prabowo-Hatta dan pasangan Capres dan Cawapres Jokowi �" JK sebesar 66.435.124 (49, 74%). Namun jika MK berpendapat lain, maka Tim Pembela Merah Putih meminta MK menyatakan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di 55.485 TPS bermasalah di seluruh Indonesia.
Selama dalam proses persidangan yang sudah berjalan sebanyak tujuh kali ini, banyak fakta-fakta kecurangan dalam proses Pilpres 2014 yang diduga dilakukan penyelenggara Pemilu, yaitu KPU terungkap. Beberapa di antaranya yang paling banyak menyorot perhatian adalah fakta pelaksanaan Pilpres 2014 di Provinsi Papua yang melanggar ketentuan-ketentuan yang berlaku dan pembukaan kotak suara oleh pihak KPU yang dilakukan tanpa perintah dari MK.
Beberapa saksi dari Prov. Papua, Novela Nawipa dan Martinus Adi mengungkapnya. Novela Nawipa, misalnya. Saksi mandat kubu Prabowo-Hatta ini mengaku bahwa di kampungnya di Awabutu tidak terjadi penyelenggaraan Pemilu Pilpres: "Tidak ada aktivitas pemilihan, di kampong kami tidak ada di Kampung Awabutu. Tidak ada TPS, tidak ada bilik suara."
Martinus Adi, juga mengungkapkan hal yang hampir sama. "Rumah saya di jalan protokol Nabire-Paniai, lokasi TPS Pilpres sejak 2004, 2009, berada di luar rumah saya, namun, tidak ada petugas KPPS dan tidak ada Pemilu Pilpres 2014 yang dilaksanakan 9 Juli 2014. Jalan yang sudah di depan saja (jalan protokol) begitu, apalagi yang di hutan. Tidak ada TPS, berarti tidak ada aktivitas Pemilu. Kalau tidak ada TPS artinya tidak ada angka. Di tempat saya tidak ada TPS, tapi di laporan ada angka. Ini aneh. Di rekapitulasi provinsi tiba-tiba ada angka. Ini ada apa?," kata Tokoh Pemuda Kabupaten Daiyai ini.
Kesaksian wakil dari Prov. Papua ini menambah panjang daftar kejanggalan proses Pilpres 2014 yang dilaksanakan KPU. Tim Pembela Merah Putih, Elza Syarief mengungkapkan bahwa TPS seharusnya dilaksanakan tidak boleh jauh dari domisili pemilih, apalagi kepindahan tidak diketahui oleh masyarakat pemilih.
“Ini menandakan ada masalah,†tegas Elza.
[dem]
BERITA TERKAIT: