Makanya, penampilan dan paparan Jokowi tentang ekonomi kerakyatan pada debat capres kedua itu menunjukan dia belum memiliki kapasitas untuk memimpin negara. Karena kualitas berpikir seseorang bisa dicermati dari kualitas pertanyaan dan jawaban.
Misalnya, saat Jokowi mencontohkan, soal bagaimana memperkuat daya saing usaha. "Jokowi lebih banyak bercerita tentang pembenahan pasar di Solo sebagai usaha memberdayakan ekonomi rakyat," jelas pengamat politik dari Universitas Al Azhar, Ziyad Falahi (Senin, 16/6).
Sebaliknya, uraian Prabowo Subianto menunjukkan dia menganalisis dulu dan solusinya pada tataran hulu. Prabowo mencari asal usul masalah, yang ternyata ada pada kebocoran anggaran.
Prabowo bertekad menutup kebocoran APBN hingga Rp 1000 triliun. Dana tersebut bisa untuk membangun infrastruktur dan pemberdayaan ekonomi rakyat. Itulah bedanya dengan Jokowi. "Artinya, Jokowi berpikir sepotong-potong, menekankan implementasi dan bukannya strategi besar,†kata dia.
Selain itu, terkait soal industri kreatif, Jokowi lagi-lagi bertutur tentang tata panggung dan lampu. Sebaliknya, Prabowo memaparkan potensi ekonomi kreatif dari generasi muda. Prabowo juga unggul dalam analisis dan penguasaan materi.
Makanya, ujarnya mengibaratkan, Prabowo seperti dokter, mencari tahu jenis penyakit lebih dulu sebelum memberikan pengobatan. Sedangkan pola berpikir Jokowi yang enggan mendalami masalah terlebih dulu, juga mengkhawatirkan. Karena itu berisiko mudah didikte pihak lain.
"Ini akan terasa jika Jokowi harus memutuskan kebijakan yang sensitif seperti perjanjian dengan pihak luar negeri dan keputusan-keputusan terkait militer," ujar pengajar Hubungan Internasional ini.
Sebagai calon presiden, kapasitas Jokowi dinilai bakal tidak memenuhi harapan masyarakat. "Sebagai walikota dan gubernur, sebagian kinerja patut dihargai, tapi untuk skala nasional, saya kira belum cukup," tandas Ziyad.
Sementara itu, Prabowo mampu menunjukkan kemampuan analisis dan membuat keputusan. "Untuk Prabowo, dia berhasil menunjukkan keberanian dan cara berpikir yang analitik dan sesuai kaidah logika," demikian Ziyad.
[zul]
BERITA TERKAIT: