JK Cawapres Jokowi?

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/abdulrachim-k-5'>ABDULRACHIM  K</a>
OLEH: ABDULRACHIM K
  • Kamis, 20 Maret 2014, 12:18 WIB
JK Cawapres Jokowi?
AKHIR-akhir ini beredar rumor bahwa sedang terjadi lobby yang mengusahakan agar Jusuf Kalla (JK) bisa diterima sebagai cawapres Jokowi. Keinginan JK dijadikan cawapres Jokowi sudah lama ada, sejak survei-survei menempatkan Jokowi unggul secara konsisten. Hanya saja karena pencapresan Jokowi  baru dideklarasikan, maka lobby itu sekarang makin intensif.

Sebenarnya, JK sendiri masih setengah hati, antara mau dan tidak, untuk maju sebagai cawapres Jokowi karena berbagai alasan. Selain karena usianya pada 15 Mei ini sudah 72 tahun, pemilik konglomerat Bukaka Grup ini sudah saatnya menikmati hidup dan segala pencapaian yang diperoleh selama ini. Karier politiknya juga sudah pernah mencapai posisi Wapres, bahkan capres 2009 bersama Wiranto, Ketum Golkar, Menko Kesra era Megawati dan Menteri Perdagangan era Gus Dur .

Di lain pihak JK juga sadar betul bila maju sebagai cawapres Jokowi malah akan mengundang resiko besar akibat kejamnya dunia politik. Resiko itu adalah, dunia media akan membuka aib-aib JK yang selama ini sudah dilupakan orang. JK dipecat oleh Gus Dur sebagai Menteri Perdagangan atas tuduhan KKN. Gus Dur memang tidak mau membuka lebih jauh kasus JK ini di dalam pertemuan tertutup dengan sekitar 40 anggota DPR di Senayan. Tetapi memang ada indikasi-indikasinya.

Kalau ditelusuri di dokumen pemberitaan, walaupun belum terkonfirmasi, antara lain disebutkan ada keterlibatan adik JK dalam impor beras . Gus Dur yang terkenal sering membuat pernyataan yang kontroversial tetapi di kemudian hari terbukti, tentu tidak mungkin sembarangan menuduh orang karena bisa digugat balik. Namun gugatan balik itu juga tidak terjadi walaupun sangat merugikan nama baik JK. 

JK sendiri memang sesaudara 17 orang yang mayoritas pengusaha. Adik iparnya pun pengusaha besar, konglomerat, Bosowa grup. Jadi tentu juga sulit untuk mencegah terjadinya KKN.

Kabarnya, yang lebih keras ingin agar JK menjadi cawapres Jokowi adalah orang-orang di sekitarnya, terutama Sofyan Wanandi yang dulu bernama Liem Bian Koen, pemilik konglomerat Gemala Grup dan kini menjabat Ketua APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia ). Selain dia, nama Jusuf Wanandi, kaka Sofyan Wanandi yang dulu bernama Liem Bian Kie, pendiri dan anggota Dewan Penyantun CSIS ( Centre for Strategic and International Studies ) lembaga thinktank yang melekat dengan Orde Baru, kabarnya juga ngotot JK jadi cawapres Jokowi.

Sofyan Wanandi, teman lama JK, juga sama-sama konglomerat besar di jaman Orde Baru, yang secara politik juga melekat dengan Orde Baru, sehingga juga banyak mendapat fasilitas di saat itu, tentu ingin mendapatkan kembali kenikmatan-kenikmatan fasilitas dari kekuasaan. Dengan elektabilitas tinggi Jokowi yang digembar-gemborkan lembaga survei, maka Sofyan Wanandi berusaha keras agar JK bisa menjadi cawapres Jokowi.

Sulit meyakini kesejahteraan rakyat akan terwujud jika JK benar-benar terpilih menjadi wapres Jokowi. Pada waktu JK menjadi Wapres SBY, kesenjangan antara orang-orang kaya dan miskin makin lebar. Rakyat miskin ditinggalkan oleh pembangunan ekonomi, sekolah dan kesehatan makin mahal yang membuat rakyat makin menderita. Orang kaya makin sejahtera, gini ratio meningkat dari 0,31 menjadi 0,41.

JK tidak mempunyai pandangan ekonomi kerakyatan. Yang dikejar hanya pertumbuhan ekonomi, bukan kesejahteraan rakyat. Selain itu pada waktu terjadi Bail Out Bank Century 21 November 2008, memang JK tidak tahu menahu, tidak terlibat dan tidak setuju. Tetapi 4 hari kemudian, 25 November 2008, telah dilapori oleh Sri Mulyani dan Boediono, sehingga menjadi tahu, namun hanya memerintahkan Kapolri untuk menangkap Robert Tantular, tidak berusaha menghentikan aliran dana Bail Out yang terus dikucurkan selama 8 bulan sampai dengan bulan Juli 2009.

JK juga tidak pernah mendesak SBY agar mengganti Menkeu Sri Mulyani dan Boediono walaupun menurut UU , posisi BI tidak di bawah Presiden. Tetapi, Boediono patut diduga terlibat pidana, atau bahkan JK seharunya perlu mengundurkan diri untuk menjaga agar secara moral tidak terlibat dengan tindak pidana atau turut bertanggung jawab.

Apabila terjadi pemerintahan Jokowi-JK, maka karena kelemahan-kelemahan dan kekurangan pengalaman dari Jokowi, JK akan dominan menguasai pemerintahan sehingga bisa terjadi Megawati-PDIP-Jokowi tidak bisa maksimal mewujudkan janji-janji kampanye dan menegakkan prinsip Trisakti ajaran Bung Karno. Dari rekam jejak, JK  bukanlah elit yang pro rakyat tetapi pro bisnis.[***]

Penulis adalah pemerhati sosial politik, tinggal di Jakarta

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA