Hanung Bramantyo Beberkan Pertimbangan Bisnis di Balik Produksi Soekarno

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ade-mulyana-1'>ADE MULYANA</a>
LAPORAN: ADE MULYANA
  • Sabtu, 21 Desember 2013, 11:53 WIB
Hanung Bramantyo Beberkan Pertimbangan Bisnis di Balik Produksi <i>Soekarno</i>
Hanung bramantyo/net
rmol news logo Hanung Bramantyo tidak munafik. Soal untung rugi menjadi salah satu pertimbangan utama di balik produksi film Soekarno. Hal ini diakui Hanung ketika berkunjung ke redaksi Rakyat Merdeka Online, kemarin siang (Jumat, 20/12).

Menjelaskan awal pembuatan film berdurasi dua jam itu, Hanung mencontohkan produksi film Sang Pencerah tentang KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah pada 2011 lalu.

Bila diasumsikan pengikut Muhammadiyah sebanyak 30 juta orang, maka sekitar 10 persen dari angka itu diperkirakan akan menonton film Sang Pencerah. Film yang ditayangkan di musim liburan 2011 lalu ditonton 1,2 juta penonton. Jumlah penonton lebih kecil dari yang ditargetkan karena ternyata tidak semua orang Muhammadiyah tinggal di kota besar yang punya gedung bioskop.

"Dengan Pak Ram (Ram Punjabi) kita tidak bisa datang hanya dengan konten. Maka saya datang dengan angka," katanya bersemangat.

Hal lain yang masuk dalam pertimbangan ekonomi pembuatan film di balik Soekarno berkaitan dengan durasi. Idealnya durasi film maksimal dua jam. Dengan durasi sepanjang itu, sebuah film dapat diputar 4 sampai 5 kali dalam satu layar per hari. Semakin tinggi frekuensi pemutaran film, semakin banyak jumlah penonton yang didapat.

"Kita di Indonesia hanya punya sekitar 600 layar. Dapat 120 layar saja sudah bagus," kata dia.

Untuk hal ini dia membandingkan dengan film Tjut Nyak Dhien yang disutradarai Ero Djarot dan dibintangi Christine Hakim. Film yang dirilis tahun 1998 itu bagus, tetapi durasinya yang sekitar 3 jam terlalu panjang sehingga tidak ekonomis. 

Selain itu film yang terlalu panjang juga bisa mermbuat penonton bosan. Dia mencontohkan film Pengkhianatan G30S/PKI yang diproduseri G Dwipayana dan disutradarai Arifin C Noer tahun 1984.

Karena film Soekarno harus memiliki durasi tidak lebih dari 2 jam, kata Hanung lagi, maka banyak hal antara periode Bung Karno ditangkap di Jogjakarta pada 1929 hingga Proklamasi Kemerdekaan 1945 tidak bisa dimasukkan, dan wajar kalau banyak penonton yang tidak puas. [dem]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA