"Jenderal Wiranto pada waktu itu memimpin TNI dalam mengawal dan memastikan reformasi berhasil. Puncaknya saat pergantian Presiden dilalui dengan damai," kata politikus Hanura, Mulyano, kepada
Rakyat Merdeka Online sore ini (Senin, 30/9).
Bekas aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) ini menjelaskan, bila dibandingkan dengan pergantian kepemimpinan di Timur Tengah yang berakhir tragis, reformasi Indonesia telah mencatat sejarah, sebagai gerakan yang relatif aman. Pasalnya, meskipun sesungguhnya punya peluang mengambil alih kekuasaan, Wiranto tak melakukannya karena merasa reformasi adalah jalan tepat menuju demokrasi.
"Jenderal Wiranto sadar bahwa godaan kekuasaan akan membuatnya lupa. Karena itu Jenderal Wiranto mengabaikan kekuasaan, meskipun sudah ada di genggamannya demi tegaknya demokrasi di Indonesia. Inilah sisi negarawan Jenderal Wiranto yang tak ada bandingnya hingga saat ini," ujar caleg nomor urut 2 Dapil Jakarta Timur ini.
Lebih jauh dijelaskan, meningkatnya suhu politik, Wiranto memilih mencalonkan diri sebagai presiden lebih awal dengan harapan masyarakat mengetahui apa program dan agenda kerja yang akan dilakukannya.
"Pilihan Wiranto terhadap Harry Tanoe (HT) sebagai wakil, bukan sekadar menambah popularitas. Tapi memiliki visi jangka panjang, baik dari sisi ekonomi jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini mengingat sosok HT yang berlatar belakang pengusaha," tandasnya.
[zul]
BERITA TERKAIT: