Miras Oplosan Dijual Bebas Di Warung Kelontong DKI

Wagub Segera Atur Lewat Peraturan Daerah

Kamis, 29 Agustus 2013, 09:24 WIB
Miras Oplosan Dijual Bebas Di Warung Kelontong DKI
ilustrasi, Miras Oplosan
rmol news logo Peredaran minuman keras (miras) di Jakarta terkesan tidak bisa diawasi secara baik oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Imbasnya, miras ilegal marak beredar di tengah masyarakat.       

Saat ini untuk membeli miras di Jakarta, masyarakat tidak perlu repot datang ke toko minuman besar atau pun tempat dugem yang mengkantongi izin penjualan miras.

Pasalnya, beberapa toko kelontong dan warung jamu tradisional di Jakarta banyak yang menyediakan miras. Padahal, banyak dari mereka tak mempunyai izin penjualan miras alias illegal.            

Maraknya peredaran miras ilegal di tengah masyarakat ini bukan rahasia umum lagi. Bahkan demi menggaet pelanggan, banyak penjual miras nakal yang akhirnya merekayasa (mengoplos) kadar alkohol dari miras yang dijualnya.      
     
Selain dilakukan penjual, akibat mudahnya miras didapatkan, banyak juga para pembeli yang sengaja mengoplos miras dengan tujuan agar lebih memabukkan.


Bahan yang kerap dioplos ke dalam miras cukup beragam dan sangat berbahaya jika dikonsumsi, mulai dari obat nyamuk, obat tetes mata, spiritus hingga metanol (bahan pencair cat).     

Ragam miras yang biasa dioplos di masyarakat juga tidak hanya didominasi dari jenis miras yang berlabel. Banyak miras tradisional seperti tuak atau arak yang juga dioplos oleh penjual atau pembeli.

Sama seperti bahan oplosan untuk miras berlabel, bahan oplosan miras tradisional selain untuk menambah rasa minuman, juga bertujuan untuk meningkatkan efek mabuk.
 
Seorang yang mengaku peminum miras dan tak mau disebut namanya menjelaskan, biasanya khusus untuk menghilangkan rasa sepat miras tradisional para peminum kerap mengoplosnya dengan sari rasa buah seperti nutrisari. "Kalau nggak suka rasa asam kecut, bisa juga dicampur susu kental manis. Biar kayak susu macan (lapen)," ujarnya.
 
Dia mengakui, untuk mendapatkan miras saat ini sebenarnya memang tak perlu repot pergi ke toko minuman besar, baik yang tradisional maupun berlabel. Sebab, di beberapa toko kelontong kecil dan warung jamu di Jakarta kenyataanya ada yang menjual miras.           

 Biasanya, miras yang dijual di kedua tempat tersebut adalah jenis anggur putih, merah, tuak dan ginseng. Dengan harga yang tak mencapai Rp 50 ribu, ia menyebut, pengkonsumsi minuman beralkohol itu tak hanya orang dewasa namun juga anak-anak sekolah yang usianya masih belasaan. "Soalnya kalo pas beli, kadang ketemu sama yang begitu (anak sekolahan). Dia juga lagi beli," ungkapnya. 

Menyangkut hal ini, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki T Purnama mengatakan, hingga kini Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memang belum memiliki perda yang khusus mengatur tentang miras. "Pak Gubernur belum ngomong ke saya soal itu, jujur saja. Mungkin kalau tidak ada perda sendiri ya susah juga. Kita harus siapkan perdanya dulu," ujar bekas Bupati Belitung Timur itu.   
       
 Meski demikian, lanjutnya, masalah perdaran miras tanpa izin, diklaim politisi Gerindra ini, secara tegas telah diatur dalam Perda No 8 Tahun 2007 tentang ketertiban umum. Miras illegal dinilainya telah melanggar, khususnya Pasal 46.

Dalam pasal tersebut, golongan miras dibagi menjadi tiga golongan. Yaitu golongan A untuk yang alkoholnya kurang dari 5 persen, golongan B lebih dari lima sampai 20 persen, dan golongan C lebih dari 20 sampai 55 persen.

Perda itu mengatur setiap orang atau badan dilarang mengedarkan, menyimpan dan menjual minuman beralkohol tanpa izin pejabat berwenang. Bila dilanggar, akan dikenakan ancaman pidana minimal 20 hari dan paling lama 90 hari, serta denda paling sedikit Rp 500 ribu dan paling banyak Rp 30 juta.  "Satpol PP nanti yang urusin penertiban miras ilegal itu," pungkas Basuki. 

Menanggapi hal ini, sosiolog Universitas Padjadjaran Budi Rajab menjelaskan, sebagian besar penikmat miras di Indonesia sebenarnya berasal dari kelas ekonomi pas-pasan. Mereka biasanya memilih miras berkadar alkohol rendah lantaran harganya yang cukup terjangkau.
 
Sayangnya, dengan harapan untuk mendapatkan efek yang sama dengan minuman alkohol kelas tinggi, miras murahaan tersebut memang kerap dioplos dengan bahan-bahan lainnya yang berbahaya. Mulai dari spritus, alkohol murni dan lain-lain.

Padahal, kebiasaan tersebut jelas dapat berujung pada kematian pengguna. "Disadari atau tidak, tradisi dan perbuatan semacam itu sama saja menggiring mereka menuju kematian," ujarnya.

Satpol PP Musnahkan 2.000 Miras Hasil Razia

Peredaran miras illegal di Jakarta memang sudah marak. Bahkan, hanya dalam waktu tiga hari saja,terhitung dari Jumat (23/8) hingga Minggu (25/8) lalu misalnya, pihak Satpol PP DKI Jakarta sudah menyita 2.506 botol miras dari hasil operasi dengan berbagai merk dan jenis.

Kepala Satpol PP DKI Jakarta, Kukuh Hadi Santosa menyatakan, rencananya 2 ribuan miras yang telah disita tersebut akan dimusnahkan "Kami sudah sita semua barang dia (penjual miras) dan beri peringatan. Semua miras ini akan kita musnahkan.

Ini sanksi awal bagi mereka. Namun jika tetap membandel menjual miras, kita akan sidang. Kami akan memberlakukan pengadilan di tempat jika pedagang miras illegal ini membandel,” tegasnya.

Ia menjelaskan, operasi yang dilakukan pihaknya paska Idul Fitri itu merupakan agenda rutin yang selalu dilakukan pihaknya. Sebab, kebiasaan para pedagang miras di Jakarta tak berubah setiap tahunnya. Para pedagang miras ini biasanya berhenti berjualan selama Ramadan dan kembali berjualan usai Idul Fitri. Selain itu, razia miras ini sekaligus untuk menegakkan Perda No 8 Tahun 2007 tentang ketertiban umum.

Dua ribuan botol yang berhasil dirazia dalam tiga hari tersebut, didapatkan antara lain dari Pasar Jaya Ujung Menteng, Kelurahan Ujung Menteng, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur dan dari sejumlah pasar dan toko di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
  
"Saat operasi, kami tidak mendapatkan perlawanan berarti dari para pedagang. Operasi miras illegal ini kami fokuskan di pasar tradisional, karena di ritel modern biasanya mereka sudah berizin,” ujarnya.

Terkait hal ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendesak pemerintah dan DPR segera merumuskan regulasi berskala nasional yang mengatur pelarangan minuman beralkohol.

 Ketua MUI KH Ma'ruf Amin mengatakan, desakan tersebut menyusul sudah banyak korban tewas akibat menenggak miras. "Segera buat UU larangan miras. Ini sangat penting," ujarnya. 

Dijelaskan Ma'ruf,  sebenarnya sejak Keppres No 3/1997 telah dicabut oleh Mahkamah Agung (MA) beberapa waktu lalu, saat ini terjadi kekosongan payung hukum yang mengatur peredaran miras yang berskala nasional. Kekosongan ini, klaim Ma'ruf, akhirnya menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.

Ia pun menyarankan agar aturan peredaran miras benar-benar diperketat. Lantaran selama ini, untuk peredaran miras dengan kadar alkohol 5 persen saja sudah bebas beredar di masyarakat. "Padahal minuman semacam itu ternyata bisa lebih berbahaya lagi, karena bisa dioplos," pungkasnya. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA