Jokowi Diminta Perhatikan Nasib Penghuni Rusun

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ade-mulyana-1'>ADE MULYANA</a>
LAPORAN: ADE MULYANA
  • Senin, 01 Juli 2013, 19:58 WIB
Jokowi Diminta Perhatikan Nasib Penghuni Rusun
ilustrasi/ist
rmol news logo Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo diminta memperhatikan nasib penghuni rumah susun hak milik di DKI Jakarta sebab selama ini penghuni rusun kerap dijadikan 'sapi perahan' oleh pengelola. Sementara, mengacu pada Undang-undang Nomor 16/1985 tentang Rumah Susun, pengelolaan rusun dilakukan oleh perhimpunan penghuni rumah susun (PPRS).

"Undang-undang mengatur PPRS itu sebagai mengatur dan mengurus kepentingan bersama yang bersangkutan dengan pemilikan, penghunian, dan pengelolaannya," ujar Ketua Umum Kesatuan Aksi Penghuni Rumah Susun Indonesia, Krismanto Prawirosumarto.

Diungkapkannya, anggota PPRS adalah penghuni dan pemilik rumah susun. Namun, faktanya anggota PPRS didominasi perwakilan dari pihak pengembang sehingga kebijakan yang dibuat merupakan perpanjangan dari kebijakan pengembang.
Karena itulah, sambung Krismanto, PPRS yang semestinya merupakan organisasi nir laba berbalik arah menjadi pencari keuntungan.

"Kondisi seperti mengakibatkan penghuni rusun menjadi sapi perahan," tegasnya.

Seorang penghuni rusun Gading Meridian Residence, Ananda mencontohkan PPRS di lingkungan rusun miliknya bukanlah penghuni. Tetapi, salah satu pejabat salah pengembang yang membangun rusun yang kini dihuninya.

"Saya pernah menanyakan unit ketua PPRS Gading Meridian Residence. Pas saya cocokan dengan sertifikat miliknya, ternyata letaknya di lot parkir. Apa iya dia menjadikan lot parkir itu sebagai huniannya. Namun, saya tahu pasti dia itu pejabat legal di pengembang rusun ini," tutur Ananda dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi.

Ananda mengungkapkan, karena PPRS tidak mewakili penghuni dan pemilik akibatnya kebijakan yang dibuat cenderung mewakili pengembang, yakni mengeruk untung. Satu contoh kebijakan yang merugikan, PPRS seenaknya menetapkan tarif dasar listrik. Mereka mengklaim tarif itu berdasarkan peraturan menteri, padahal setelah diteliti penetapan tersebut melintir dari isi permen, dimana TDL yang seharusnya Rp 800 dipatok menjadi Rp 1200.

"Aduan kami selalu dimentahkan. Tidak ada satupun keluhan kami yang ditindaklanjuti. Dinas perumahan DKI Jakarta kami lihat memihak pengembang," tegasnya.

Dia pun meminta, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo untuk menegur kepala dinas perumahan DKI Jakarta dan juga memberikan sanksi tegas kepada pihak pengembang yang tidak mau menjalankan kewajibanya melepas seutuhnya pengelolaan rusun kepada penghuni dan pemilik.

"Kami harap Jokowi bisa bersikap tegas atas ketidakadilan yang kami hadapi saat ini," tukasnya. [dem]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA