E-Ticket Transjakarta Malah Bikin Bingung Penumpang

Kurang Sosialisasi & Tidak Tahu Caranya Isi Ulang

Jumat, 24 Mei 2013, 09:39 WIB
E-Ticket Transjakarta Malah Bikin Bingung Penumpang
E-Ticket Transjakarta
rmol news logo Banyak pengguna Transjakarta belum mau memanfaatkan tiket elektronik atau e-ticket Transjakarta. Buntut sosialisasi yang minim.

Hari masih pagi, namun halte Harmoni Central Busway, Jakarta Pusat, sudah sesak oleh para calon penumpang. Di lantai halte, mereka berusaha mendapat posisi paling depan, dekat pintu dimana bus Transjakarta menaikkan penumpang.

Selain pemandangan hiruk pikuk ini, sejumlah orang berpakaian merah tampak sibuk menawarkan kartu kepada calon penumpang yang akan membeli tiket.

Mereka adalah orang lapangan yang memasarkan, sekaligus mensosialisasikan e-tiket Transjakarta.

Mereka menawarkan produk kartu e-ticket seharga Rp 50.000 keluaran lima bank yang berbeda. Yakni bank BNI, BRI, BCA, Mandiri dan bank DKI. Kepala Badan Layanan Umum (BLU) Transjakarta, M Akbar menyatakan, dengan kartu tersebut, diharapkan para penumpang dapat lebih cepat dan prakatis dalam bertransaksi menggunakan Transjakarta. “Karena tidak lagi direpotkan dengan uang kembalian atau uang receh,” ujarnya.

Meski demikian, penerapan sistem e-ticket ini terkesan sia-sia. Soalnya, berdasarkan penuturan petugas tiket di halte Harmoni yang tak mau disebut namanya, jumlah penumpang yang menggunakan e-ticket, masih kalah jauh dibanding penumpang yang membayar tiket dengan uang cash.

Hal ini setidaknya tergambar dari pemandangan di halte. Semakin siang, penumpang yang datang ke halte Harmoni Central Busway seperti tak ada jedanya. Hasil pengamatan Rakyat Merdeka, para penumpang kebanyakan memang masih membayar menggunakan uang cash.

Seorang calon penumpang bus Transjakarta di Harmoni yang juga membeli tiket dengan uang cash, Darma, mengaku tidak mau memanfaatkan e-tiket. Alasannya, dia tidak tahu cara isi ulang saldonya. “Bingung cara ngisi ulangnya. Kalau sudah beli (e-ticket) Rp 50.000 tapi nggak tahu tempat isi ulangnya, kan rugi?” ujarnya khawatir.

Menanggapi sedikitnya pengguna E-tiket ini, koordinator lapangan (Korlap) pemasaran e-ticket di Harmoni, Jeffry mengakui, dari 100 persen penumpang busway, ia memperkirakan baru 20-30 persen saja yang menggunakan e-tiket.

Kurangnya sosialisasi melalui media massa, baik cetak maupun elektronik, dinilai Jeffry menjadi penyebabnya. Masyarakat, lanjutnya, selama ini hanya mengetahui manfaat e-ticket sebatas untuk membayar tiket Transjakarta saja.

“Padahal, manfaatnya bisa lebih dari itu. Contohnya, kartu ini bisa dimanfaatkan untuk berbelanja di sejumlah minimarket, bahkan untuk membayar tol,” ujarnya.

Akibat kurangnya sosialisasi, lanjut Jeffry, tak hanya di Harmoni, para penumpang di halte busway lainnya pun, seperti di Kalideres, juga enggan memanfaatkan e-ticket. Mereka beralasan, tidak setiap hari menggunakan bus Transjakarta. Sehingga jika membeli e-ticket, saldonya hangus lantaran tidak dipakai.

Padahal, dikatakan Jeffry, saldo e-ticket tidak akan hangus lantaran tidak pernah dipakai. “Sudah kami kasih tahu baik-baik, tapi mereka nggak mau percaya,” ujarnya.

Berkaitan hal ini, peneliti Institut Studi Transportasi (Instran) Izzul Waro menuturkan, semenjak diberlakukan e-ticket, diakui memang masih banyak penumpang belum terbiasa menggunakannya. Padahal dewasa ini smartcard telah dimiliki banyak orang. Bahkan mereka menjadi penumpang setia bus Transjakarta.

Agar pemberlakuan e-ticket lebih optimal, dia menyarankan Badan Layanan Umum (BLU) Transjakarta menerapkan tarif lebih mahal terhadap penumpang yang membeli tiket secara tunai. Misalnya tarif e-ticketing Rp 3.500 untuk sekali naik bus Transjakarta, maka penumpang dengan tiket manual dikenai tarif Rp 5.000. “Cara ini sebagai bentuk mendorong masyarakat mau menerapkan e-ticketing,” tuturnya.

Lampu Hijau Nyala, Tripod Gate Didorong

Tiket elektronik (e-ticket) bus Transjakarta pada akhir Mei direncanakan diterapkan di seluruh koridor Transjakarta. Saat ini, e-ticket baru diterapkan di enam koridor. Yakni Koridor I (Blok M–Kota), Koridor III (Kalideres–Harmoni), Koridor V (Kampung Melayu–Ancol), Koridor VII (Kampung Rambutan– Kampung Melayu), Koridor IX (Pinang Ranti–Pluit), dan Koridor X (Tanjung Priok–Cililitan).

Kepala Badan Layanan Umum (BLU) Transjakarta M Akbar menuturkan, manfaat yang akan dirasakan dari e-ticket ini bagi masyarakat adalah lebih prakatis dalam bertransaksi. Sedangkan bagi Manajemen Transjakarta, sistem e-ticket akan lebih aman, transparan dan akuntabel. Bagi pemerintah sendiri manfaatnya adalah menciptakan cashless society.

Lebih lanjut, Akbar mengatakan, e-ticket itu berbasis uang elektronik yang dikeluarkan sejumlah bank berupa smart card. Penggunaannya pun diklaimnya sangatlah mudah. Caranya, dengan menempelkan (tapping) uang elektonik tersebut pada gate in di setiap halte busway. Ketika lampu hijau menyala, penumpang tinggal mendorong tripod gate. “Dengan adanya e-tickecting ini, penumpang tidak lagi harus mengantri di loket,” sambungnya.

Selain itu, dengan e-ticket juga akan mengurangi waktu tunggu penumpang.

“Sistem pelayanan ini akan lebih memudahkan penumpang mengantri dan menunggu armada Transjakarta,” kata Akbar.

Smartcard yang dikeluarkan sejumlah bank itu, di samping dapat digunakan untuk naik bus Transjakarta, juga bisa untuk transaksi lain di minimarket, apotik, SPBU, taksi, dan sebagainya.
 
Untuk mendapatkan e-ticket ini, masyarakat bisa mendapatkannya di halte-halte dan merchant-merchant yang telah bekerjasama dengan lima bank (Bank BNI, BRI, BCA, Mandiri dan Bank DKI ) serta di kantor cabang masing-masing bank “Semua perangkat pendukung untuk e-ticketing ini telah tersedia. Semoga penumpang di semua koridor dapat memanfaatkan e-ticketing,” tandasnya.  [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA