Namun belakangan beredar informasi yang menyebutkan bahwa salah satu unsur di dalam kantor Wakil Presiden Boediono juga memiliki kaitan dengan manuver kelompok "Petisi 34" itu.
Petisi 34 adalah istilah yang ditujukan untuk 34 ahli yang berkumpul di Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) pekan lalu. Mereka menandatangani sebuah petisi yang mendesak Presiden SBY menghentikan penelitian mandiri di Gunung Padang. Petisi itu pun sudah dikembangkan di dunia maya.
Seorang asisten di kantor Boediono disebutkan berkomunikasi secara aktif dengan Ketua Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia, Junus Satrio Atmojo yang biasa disapa Oteng, yang merupakan salah satu motor di balik manuver politik untuk menghentikan penelitian yang dilakukan DR. Danny Hilman Natawidjaja, DR. Andang Bachtiar, DR. Ali Akbar, dan kawan-kawandi Gunung Padang.
Selain itu, seorang mantan jurnalis sebuah majalah mingguan terkenal juga ikut terlibat di dalam "operasi politik" itu. Ia mengajak agar operasi politik ini juga melibatkan DPR.
Dia juga mengatakan, hanya Presiden SBY yang dapat menghentikan penelitian yang dilakukan Tim Terpadu Riset Mandiri yang diinisiasi oleh SKP BSB Andi Arief itu.
Selama ini, katanya, "Ada dua hal yang paling jitu untuk menekan SBY yang sangat peduli dengan pencitraan."
Kedua hal itu, kata dia lagi, adalah, tekanan media massa dan tekanan luar negeri.
Namun oleh Oteng, ajakan ini dijawab dengan, "Kita atur waktu dan tempat supaya tidak terkesan terburu-buru. Perlu dipelajari
body language mereka dulu."
Dari catatan yang diperoleh redaksi diketahui bahwa operasi politik itu setidaknya sudah dilakukan sejak medio 2012.
[dem]
BERITA TERKAIT: