"Kejaksaan punya wewenang mencekal seorang terdakwa dan tersangka, dan menetapkannya sebagai DPO. Tapi dalam UU kita tidak ada satu pasal pun yang menyebut kejaksaan bisa mencekal dan men-dpo-kan seseorang yang mau dieksekusi," kata Frederich kepada
Rakyat Merdeka Online, Senin malam (29/4).
Sebelumnya, Wakil Jaksa Agung Darmono menyatakan Susno berstatus buron lantaran sudah tiga kali menolak panggilan eksekusi. Terakhir, Susno menolaknya pada Rabu pekan lalu saat dijemput paksa tim jaksa eksekutor di kediamannya di Jalan Dago Pakar Raya Nomor 6, Kelurahan Mekarsaluyu, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung. Sementara cekal dilayangkan kejaksaan ke Imigrasi sehari setelah eksekusi tersebut gagal dilakukan.
Karena tidak ada perundangan yang mengatur kewenangan mencekal dan menetapkan seorang yang akan dieksekusi sebagai buronan, kata Frederich, maka langkah kejaksaan itu tak lain sebagai upaya rekayasa dan sangat menyesatkan. Frederich pun mengaku prihatin dan kembali menegaskan kliennya tidak bisa dieksekusi karena putusan perkara yang dituduhkan batal demi hukum.
"Jangan begitulah, tegaklah hukum yang bener. Jangan suka menciptakan hukum sendiri," imbuh dia.
Terkait keberadaan Susno saat ini, Frederich mengatakaan ada di Jawa Barat, tepatnya di wilayah yang jadi daerah pemilihan Jawa Barat 1 dimana Susno maju sebagai caleg.
Jaksa melakukan eksekusi sehubungan putusan Mahkamah Agung yang menolak kasasi Susno. Di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Susno divonis dengan hukuman 3 tahun 6 bulan penjara, denda Rp 200 juta, serta uang pengganti Rp 4 miliar karena terbukti bersalah telah menyalahgunakan kewenangan dalam menangani kasus PT Salmah Arowana saat menjabat Kabareskrim dan melakukan korupsi dana pengamanan pemilu saat menjabat Kapolda Jabar.
Sementara di tingkat banding, Susno kembali dinyatakan bersalah dengan vonis yang sama.
[dem]
BERITA TERKAIT: