"Artinya Pemilu 2014, partai-partai tidak lagi bisa mengandalkan keterkenalan partainya," ujar Board of Advisor Center for Strategic and International Studies (CSIS) Jeffrie Geovanie (Jumat, 5/4).
Karena itu menurutnya, mau tidak mau partai-partai harus mampu mencari strategi jitu yang membuatnya berbeda dan menarik dibanding partai lain. Persoalannya, justru terlihat saat ini partai-partai seperti kehilangan kreatifitas. "Partai-partai bahkan terlihat sudah pasrah dengan hanya berusaha mempertahankan perolehan suara pada pemilu yang lalu," imbuh Jeffrie.
Padahal, sesungguhnya ada ide lama yang bisa dimunculkan kembali, tentu dengan perbaikan proses dan mekanismenya. Misalnya, konvensi partai untuk menentukan calon presiden.
Untuk konvensi ini, Golkar pernah melakukannya saat di bawah kepemimpinan Akbar Tanjung. Saat itu Partai Golkar tengah terpuruk. Tapi setelah konvensi capres bergulir, jagad politik nasional heboh.
"Masyarakat pemilih dipaksa untuk mengikuti dari hari ke hari konvensi tersebut. Dan terbukti kemudian Golkar memenangkan pemilu," ujarnya.
Lebih jauh Jeffrie menjelaskan, ide konvensi Golkar tersebut tinggal disempurnakan saja saat ini. Misalnya penentuan pemenang serahkan pada pemilih di Indonesia melalui survei yang dilakukan oleh lembaga yang kredibilitasnya mumpuni.
"Dengan begitu akan banyak capres-capres alternatif mengikuti konvensi itu. Dan tentu saja tinggal dibuatkan panggung-panggung di televisi nasional perdebatan antara capres-capres tersebut."
Lewat mekanisme itu, masyarakat menjadi melihat dan mengenal kemampuan calon pemimpin mereka. Karena itulah, Jeffrie berkeyakinan, ide konvensi capres itu ideal sekali.
"Namun akhirnya kita harus terbangun dari mimpi mengingat perilaku para pemilik partai yang tampaknya tidak akan berkenan melakukan itu dengan seribu alasan pembenaran. Jadi bila ingin itu terwujud, buatlah partai baru dan ikhlaskan untuk menyerahkan kepada publik pemilih dalam menentukan capresnya," demikian Jeffrie.
[zul]
BERITA TERKAIT: