"Tentu saja sepanjang ini kita tetap ragu atas apa yang kita peroleh," jelas pengamat sosial-politik Syahganda Nainggolan (Jumat, 5/4).
Keraguan muncul karena meluasnya praktik korupsi, lemahnya kordinasi pembangunan, meningkatnya koefisien gini, menurunnya index HDI, dan lain-lain hingga terakhir berkibarnya bendera Aceh yang mirip milik GAM.
"Keraguan ini membuka peluang bahwa sebaiknya model pemerintahan yang terlalu demokrasi, liberal dan sipil ini diakhiri dengan memilih sosok pemimpin yang keras, tegas, berani, disiplin dan lain sebagainya," sambung mantan aktivis ITB ini.
Seiring dengan keraguan ini, hasil survei-survei akhirnya menempatkan mantan Danjen Kopassus Prabowo Subianto sebagai Capres 2014 paling favorit. "Tentu kita harus mengapresiasi harapan rakyat atas Prabowo, sebagaimana prinsip
vox populi, vox dei dalam demokrasi," imbuhnya.
Namun, jejak Kopassus dalam penyerangan Lapas Cebongan, Sleman, akhir dua pekan lalu, yakni dibunuhnya empat tahanan sipil tentu sangat mengganggu. Karena bahkkan, tawanan perang pun tidak boleh dibunuh.
Ada apa dalam pendidikan TNI, khususnya Kopassus selama ini? Bagaimana mereka mempersepsi kasus sipil menjadi kasus militer? Bagaimana mereka bisa melanggar prinsip-prinsip HAM dalam demokrasi? Padahal ini sudah 15 tahun reformasi.
"Ini menjadi catatan buat Prabowo sebagai mantan Danjen Kopassus yang acapkali dituduh sebagai pelanggar HAM dan penculik aktivis. Ketika apresiasi begitu tinggi padanya, jejak Sleman menjadi pengingat, pentingnya kita merenung kembali, bisakah kita melupakan sosok militer orde baru yang kejam? Bisakah mereka berubah?" demikian Syahganda.
[zul]
BERITA TERKAIT: