Model kebijakan tarif juga bisa diterapkan pada komoditi non pangan dan produk lainnya, sebagai ganti kebijakan kuota yang cenderung menghadirkan praktik pasar gelap.
Demikian disampaikan ekonom dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten, Dahnil Anzar Simanjuntak (Kamis, 4/4).
Namun, Dahnil mengingatkan, solusi bagus yang ditawarkan oleh Menko Perekonomian tersebut menjadi tidak efektif apabila tidak diikuti kebijakan komprehensif jangka panjang. Yakni memperbaiki dan mendorong revitalisasi sektor pertanian pangan. Karena ke depan, tantangan ekonomi global akan mengalami pergeseran perang dagang komoditi pangan.
Di masa yang akan datang, pangan akan menjadi komoditi ekonomi dan politik yang sangat penting. Mengingat negara-negara BRICS (Brazil, Rusia, India, Cina dan South Afrika) mengalami industrialisasi yang sangat cepat serta agak mengabaikan sektor pertanian, sehingga ketergantungan pangan yang sangat tinggi dari luar negeri.
"Nah, peluang ini seharusnya bisa dimanfaatkan oleh Indonesia di masa yang akan datang. Mengingat Indonesia memiliki potensi ekonomi pertanian yang sangat tinggi," ungkapnya.
"Kebijakan pro agribisnis dibarengi dengan kebijakan tarif ini adalah model kebijakan pro masa depan yang perlu diakselerasi dan didorong oleh pemerintah, sehingga pertumbuhan ekonomi kita bisa berkesinambungan," demikian Dahnil.
[zul]
BERITA TERKAIT: