Selain Ketum, SBY sekaligus menjabat sebagai Ketua Majelis Tinggi, Ketua Dewan Pembina, Ketua Dewan Kehormatan. Ditambah jabatan Sekjen diduduki anaknya sendiri, Edhie Baskoro Yudhoyono.
Melihat keadaan tersebut, aktivis pro demokrasi, Ray Rangkuti mempertanyakan anak-anak muda dan aktivis-aktivis '98 yang ada di Demokrat, yang sama sekali tak bersuara melihat kenyataan pilihan yang tidak demokratis dan mengarah ke nepotisme politik tersebut.
Padahal mereka lahir dan tumbuh dalam budaya demokrasi, bahkan ikut berjuang menjatuhkan Orde Baru agar salah satunya, praktek nepotisme politik dihapuskan.
"Negara kalah karena anak-anak muda kritisnya tiba-tiba tumpul, lumpuh dan ikut dalam ritme suasana perlakuan yang melecehkan adab dan rasionalitas demokrasi," ungkap Ray Rangkuti kepada
Rakyat Merdeka Online (Selasa, 2/4).
Bila anak-anak mudanya tidak berani keluar bersuara dan menyatakan sikap menolak praktek pelecehan etika, rasionalitas dan prinsip pengelolaan negara dan partai secara demokratis atau malah mungkin mendukungnya demi kebaikan partai, menurut Ray, itu tandanya negara telah kalah.
"Sebab, masa depan negara ada di tangan anak-anak muda ini. Bila mereka adaptatif pada praktek keculasan atas demokrasi, pada ujung-ujungnya mereka tengah membiarkan dirinya terbiasa dengan tindakan dan suasana tidak demokratis berlaku," ungkap Ray.
"Bukankah negara akan teru menerus terkalahkan jika generasi yang akan mengelola bangsa dan negara ini adalah sekelompok orang yang terbiasa berdamai dengan tindakan tidak demokratis dalam partainya," demikian Ray mempertanyakan.
[zul]
BERITA TERKAIT: