"Itu memang tradisi SBY. Tapi menurut saya, dari sisi style komunikasi politik SBY, bila tidak tegas menolak, maka itu artinya dia menerima," ujar pengamat politik Rico Marbun kepada
Rakyat Merdeka Online (Senin, 25/3).
Menurutnya, saat ini ada beberapa hal yang menjadi pemikiran utama SBY terhadap masa depan Demokrat pasca Anas Urbaningrum berhenti sebagai ketua umum karena ditetapkan sebagai tersangka kasus proyek Hambalang.
Pertama, SBY ingin memastikan bahwa siapapun ketua umum yang akan dipilih di KLB ialah figur yang dapat dikendalikan dan dapat memuluskan jalur politik bagi putranya, Edhie Baskoro Yudhoyono di Demokrat. "Oleh karena itu pilihan ketumnya kalau tidak SBY, ya keluarganya, apakah itu Ibu Ani atau pun Pramono Edhie," jelasnya.
Kedua, SBY melihat bahwa dirinya lah satu-satunya figur yang disegani oleh semua kelompok di Partai Demokrat, baik kelompok Saan Mustopa, Marzuki Alie dan lain-lain. Semua hanya bisa ditundukkan oleh SBY.
"Jadi ya kesimpulannya kalau bukan SBY yang menjadi ketum, kelompok yang lain tidak akan takluk. Itulah kenapa muncul wacana yang berhembus untuk me-Megawati-kan SBY. SBY, sebagai ketum partai dan presiden," demikian akademisi dari Universitas Indonesia ini.
zul
BERITA TERKAIT: