Untuk yang terakhir ini, Benny Moerdani tidak sendiri.
Selain Benny Moerdani, Jenderal Feisal Tanjung juga dikenal sebagai Panglima ABRI tembak langsung, alias tanpa melalui penugasan sebagai KSAD. Sebelum dipercaya sebagai Panglima ABRI, Feisal yang lahir di Tarutung, Sumatera Utara, 17 Juni 1939, lebih dahulu menduduki pos Kepala Staf Umum ABRI (1992).
Setahun kemudian, ia dipilih Presiden Soeharto untuk menduduki posisi Panglima ABRI, menyisihkan KSAD ketika itu, Jenderal Wismoyo Arismunandar.
Nama Feisal mulai dibicarakan para petinggi ABRI ketika ia memimpin Dewan Kehormatan Perwira (DKP) untuk mengusut peristiwa Santa Cruz di Timor Timur (kini Timor Leste) tahun 1991. Adalah Presiden Soeharto yang mempercayakan posisi itu untuk Feisal Tanjung.
Sementara Panglima ABRI ketika itu, Jenderal Edi Sudrajat, tidak merekomendasikan Feisal Tanjung.
Bukan hanya proses penunjukannya sebagai Ketua DKP yang mengejutkan. Rekomendasi DKP pun cukup mengagetkan. Feisal Tanjung antara lain merekomendasikan pe,mberhentian Mayjen Sintong Panjaitan dari posisi Panglima Daerah Militer Udayana. DKP yang dipimpinnya juga mereekomendasikan agar Panglima Komando Pelaksana Operasi Timor Timur Brigjen Rudolf Warouw serta Kapten Choki Aritonang dan beberapa bawahannya diberhentikan.
Rekomendasi ini merupakan sikap pemerintah untuk memenuhi tuntutan internasional akan penanggungjawab terjadinya kerusuhan di Santa Cruz Timor Timur yang mencoreng citra RI masa itu.
Di bulan Maret 1998, Feisal Tanjung diajak Soeharto memperkuat Kabinet Pembangunan VII sebagai Menteri Koordinator Politik dan Keamanan. Tidak lama setelah itu, di bulan Mei 1998 Soeharto mengundurkan diri dan digantikan oleh BJ Habibie.
Seperti Soeharto, Habibie juga melibatkan Feisal Tanjung sebagai Menko Polkam. Di bulan Juni 1999, Habibie sempat menunjuk Feisal Tanjung sebagai Jaksa Agung Ad Interim untuk mengisi kekosongan kursi Jaksa Agung yang ditinggalkan AM Ghalib. Namun karena Feisal Tanjung sedang berada di luar negeri, jabatan itu dipegang Menteri Kehakiman Prof. Muladi.
Ghalib meninggalkan kursi Jaksa Agung setelah rekaman pembicaraan antara dirinya dan Habibie yang antara lain menyinggung penanganan kasus KKN Soeharto beredar luas di masyarakat.
Penunjukan Feisal Tanjung sebagai Jaksa Agung Ad Interim ini ditentang banyak kalangan, karena diduga, seperti Ghalib, Feisal Tanjung yang dikenal dekat dengan Soeharto pun tidak akan berani dan mau mengusut kasus KKN Soeharto Menjawab keberatan publik, hanya beberapa hari kemudian, Habibie mengangkat Wakil Jaksa Agung Ismudjoko sebagai Pejabat Sementara Jaksa Agung.
Feisal Tanjung meninggalkan gelanggang politik bersama Habibie di bulan Oktober 1999. Setelah itu nama Feisal Tanjung seakan hilang ditelan kegelapan. Hanya sesekali ia menampakkan diri. Lantas tadi pagi (Senin, 18/2) terdengar kabar duka, Feisal Tanjung meninggal dunia di usia 73 tahun. Selamat jalan Jenderal.
[ysa]
BERITA TERKAIT: