Mengenang Sondang Hutagalung Bukan dengan Seremoni

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Jumat, 07 Desember 2012, 17:54 WIB
Mengenang Sondang Hutagalung Bukan dengan Seremoni
rmol news logo Peringatan satu tahun aksi bakar diri almarhum Sondang Hutagalung di depan Istana Negara, tidak cukup diperingati dalam berbagai seremonial, namun juga harus dimaknai sebagai perjuangan tanpa batas.

Demikian pernyataan pers bersama Himpunan Advokasi Study Marhaenis Muda untuk Rakyat Indonesia (Hammurabi), Sahabat Munir, dan pihak keluarga Sondang Hutagalung yang diterima Rakyat Merdeka Online, beberapa saat lalu (Jumat, 7/12).

Diyakini, almarhum Sondang bukan tanpa alasan melakukan aksi bakar dirinya di depan istana melainkan dengan keyakinan bahwa keadilan harus segera diwujudkan di negeri ini. Hal itu kian tegas bila membaca kembali surat wasiat almarhum Sondang yang baru ditemukan satu bulan setelah kematiannya.

Konsistensinya dalam upaya menegakkan HAM merupakan satu hal yang sangat dirindukan. Satu tahun itu pula, semua orang yang mengenal perjuangan Sondang terus mencoba untuk melanjutkan perjuangannya akan penegakan HAM. Mengamini keyakinannya, merebut kembali keadilan tanpa kekerasan.

Rencana pihak Universitas Bung Karno untuk mengeluarkan Surat Keputusan (SK) gelar Sarjana Kehormatan bagi Sondang Hutagalung amat dihargai. Sebagai salah seorang mahasiswa yang memiliki prestasi akademik cukup baik, bahkan di atas rata-rata, Universitas Bung Karno mesti dapat sesegera mungkin merealisasikan pemberian gelar tersebut kepada almarhum. Yang amat disayangkan adalah proses tersebut harus menunggu hingga satu tahun.

Apa yang diperjuangkan oleh Sondang juga merupakan bagian dari kepentingan rakyat, dan cara yang digunakan oleh almarhum Sondang sepanjang hidupnya adalah tanpa kekerasan dan merupakan pintu masuk bagi perubahan menuju perbaikan di Indonesia.

Motif bakar diri Sondang terungkap dalam tulisannya pada sebuah buku milik kekasihnya, Putri. Isi tulisan Sondang sarat kekecewaan pada ketidakadilan dan kekuasaan, namun didahului permintaan maaf dan terimakasih kepada keluarganya dan terimakasih ke beberapa nama. Konon, surat ditulis beberapa hari sebelum Sondang bakar diri.

Pada surat pertama demikian bunyinya:

Maafkan aku kepada keluargaku, temanku dan kamu,
Buat bokap ku terimakasih buat nafkah yang telah kau berikan untukku. Bokap terbaik.
Buat nyokapku terimakasih buat kasih sayang yang kau berikan untukku. Nyokap terbaik.
Buat abang bob terimakasih buat semua perhatiannya.
Buat ka tersi terimakasih
Buat gobe terimakasih
Buat temen-temen terimakasih
Buat kamu terimakasih

Dan surat keduanya berbunyi:

Terkutuklah buat ketidakadilan
Terkutuklah buat ketidakpedulian
Terkutuklah buat kemiskinan
Terkutuklah buat rasa sakit dan sedih
Terkutuklah buat para penguasa jahat
Terkutuklah buat para penjahat
Setelah aku tidak punya rasa lagi.

 [ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA