Viky Fajar, Koordinator AMJK, di dalam orasinya mengatakan sebagai media Go Internasional, Kompas seharusnya tidak berpihak kepada salah satu pasangan calon.
"Keberpihakan Kompas sangat kental dalam Pemilukada DKI Jakarta, terutama pada salah satu pasangan Cagub dan Cawagub DKI Jakarat yaitu Jokowi-Ahok, ini sudah jelas mengkerdilkan salah satu pasangan yaitu Foke-Nara," ujar Viky.
Ia mengatakan keberpihakan Kompas bisa dilihat dari iklan yang dimuat pada edisi Jumat (14/9) dan edisi Sabtu (15/9) tentang iklan klasika yang sangat menyudutkan serta mendeskreditkan salah satu pasangan lainnya.
"Kami sangat menyayangkan sikap kompas terhadap iklan Jokowi-Ahok, seharusnya sebagai media harus bisa bersikap netral jangan berpihak pada kaum kapitalis, ini menunjukan bahwa Kompas tengah mengkotak-kotakan Jakarta," tegasnya.
Sementara, Haris Pertama menilai dalam hal ini Kompas telah memecah belah warga Jakarta. Menurutnya, apa yang dilakukan Kompas sangat berbahaya dalam iklim demokrasi di Indonesia. Semestinya Kompas sebagai media massa besar harus tetap berdiri netral, berimbang dan tidak turut serta menggiring pembacanya untuk mendukung dan memilih kelompok tertentu.
"Kami merasa Kompas harus kembali menjadi media indpenden yang memberikan informasi yang berimbang, jujur dan tidak berpihak kepada kelompok tertentu," ungkapnya.
Atas dasar itu, Haris menilai AMJAK perlu menyampaikan protes secara terbuka dan mendesak kepada Kompas untuk tidak memanfaatkan fungsinya untuk kepentingan kelompok kotak-kotak dan kembali sebagai media cetak nasional yang memiliki kredibilitas yang tinggi dalam setiap informasi dan pemberitaan yang akan disampaikan kepada masyarakat.
Dalam aksinya, para mahasiswa ini membakar koran Kompas dan Baju Kotak-kotak sebagai simbol kekecewaan warga Jakarta atas apa yang dilakukan oleh Kompas. Diakhir aksi mereka jug mendorong-dorong pagar Gedung Kompas.
[dem]
BERITA TERKAIT: