"Ada dua faktor pelanggaran THR itu. Pertama perusahaan masih menganggap THR merupakan kebijakan perusahaan kepada pekerja, bukan suatu kewajiban. Dan kedua tidak adanya pemberian sanksi tegas dari pemerintah kepada pengusaha nakal," kata pengacara publik LBH Jakarta, Maruli, dalam jumpa pers di kantor LBH Jakarta, Diponegoro 74, Salemba, Jakarta (Minggu, 12/8).
Menurut Maruli, LBH Jakarta menilai pelanggaran atas pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) selalu terjadi setiap tahun. Pada 2012 ini LBH Jakarta menerima sedikitnya 73 pengaduan buruh dari berbagai perusahaan mengenai THR dan upah.
Dia menjelaskan, jaminan hukum tentang hak atas THR telah diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per.04/MEN/1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja di Perusahaan. Dan diperkuat imbauan Menakertrans Muhaimin Iskandar melalui Surat Edaran Nomor SE.05/MEN/VII/2012.
"Dari sini kita anggap pemerintah hanya mengeluarkan himbauan saja, tapi tidak ada tindakan tegas terhadap pengusaha nakal itu. Belum ada satupun pengusaha yang di negeri ini yang dipidana karena tidak membayarkan THR terhadap buruhnya," ujarnya
Maruli menjelaskam, di dalam Permenaker Nomor Per.04/MEN/1994 dijelaskan siapapun pekerja baik yang berstatus
outsourcing, buruh tetap maupun kontrak selama sudah memiliki masa kerja minimal tiga bulan secara terus menerus atau lebih harus mendapatkan THR.
"Untuk itu kami mendesak pemerintah dalam hal ini pengawas ketenagakerjaan untuk memejarakan pengusaha nakal yang telah melanggar hak-hak normatif buruh khusunya THR," demikian Maruli.
[ysa]
BERITA TERKAIT: