Namun, Kejaksaan Agung mengaku sulit menyelesaikan kasus-kasus tersebut mengacu pada aturan hukum yang ada.
"Penyelesaian masalah HAM itu harus mendasarkan pada UU tentang Pengadilan HAM, UU 26/2000," kata Wakil Jaksa Agung, Darmono, usai pertemuan dengan Presiden dan Wapres di gedung Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (25/7).
Dalam UU itu, perkara-perkara yang bisa diselesaikan retroaktif (berlaku surut terhitung tanggal diundangkannya) hanya terkait perkara Timor Timur dan Tanjung Priok.
"Sedangkan kasus yang lain, kasus yang sekarang muncul seperti kasus G 30 S PKI, kemudian terkait dengan Petrus itu tidak bisa," jelasnya.
Menurutnya, Kejaksaan kesulitan mencari landasan hukum penyelesaian dua perkara itu, meski rekomendasi Komnas HAM sudah cukup rinci.
"Kita harus mendasarkan pada UU 26/2000. UU itu retroaktifnya hanya khusus untuk perkara Tanjung Priok dan Timtim," ulangnya.
Sementara kemarin, seperti dikutip dari
JPNN, Jaksa Agung, Basrief Arief, menyatakan Kejaksaan Agung akan menangani dugaan terjadinya pelanggaran HAM berat pada peristiwa tahun 1965.
[ald]
BERITA TERKAIT: