Organisasi perlindungan HAM Amnesty International mengecam aparat keamanan Burma dan warga etnis Rakhine atas kekerasan dan pembunuhan yang dilakukan terhadap warga etnis Rohingya. Kekerasan yang dialami warga Rohingya telah terjadi beberapa pekan terakhir sejak status darurat diberlakukan di Provinsi Rakhine.
“Dalam banyak kasus serangan diarahkan kepada kelompok minoritas Rohingya," ujar peneliti Amnesty International, Benjamin Zawacki, kepada BBC.
Direktur Aarakan Project, Chris Lewa, yang fokus mendampingi warga Ronghiy di kawasan itu juga mengatakan ratusan umat Muslim Rohingya ditangkap. Beberapa dipukul dan bahkan disiksa.
"Segera setelah kekerasan utama, kemudian kami mulai menyaksikan babak baru dari apa yang saya sebut pelanggaran yang dilakukan oleh negara terutama di Maung Daw," ujar Lewa juga kepada BBC.
Laporan dari jaringan kelompok itu mengatakan bahwa pihak penguasa memberikan kesempatan kepada pemuda-pemuda Rakhine menyerang orang Rohingya yang berada dalam tahanan. Aarakan Project juga menduga aparat pemerintah terlibat dalam penjarahan rumah milik warga Rohingya.
Beberapa Muslim Rohingya ditahan berkaitan dengan kekerasan yang terjadi pada 8 Juni lalu.
Menurut BBC tidak mudah mengumpulkan informasi yang akurat mengenai kekerasan yang terjadi di kawasan itu. Jurnalis tidak diperkenankan mendekati kawasan di sekitar kerusuhan. Sejauh ini informasi yang diperoleh berasal dari organisasi yang memberikan bantuan kepada masyarakat lokal sebelum kerusuhan.
Kekerasan antara etnis Rakhine yang beragama Budha dan etnis Rohingya yang beragama Islam terjadi bulan Mei lalu setelah kasus pemerkosaan dan pembunuhan seorang gadis Rakhine. Kejadian itu disusul dengan serangan terhadap sebuah bis yang mengangkut warga etsni Rohingya.
Selanjutnya, menurut BBC, kekerasan terpusat di Maung Daw ketika kelompok Rohingya menyerang rumah etnis Rakhine.
Awal Juli ni Presiden Burma, Thein Sein, mengatakan solusi terbaik untuk memecahkan kasus itu adalah dengan mendeportasi Rohingya yang keturunan Banglades atau menyediakan kamp pengungsi untuk mereka.
Jurubicara pemerintah untuk Rakhine, Win Myaing, kepada Associated Press mengatakan tudingan Amnesty International itu tidak memiliki dasar dan bias. [guh]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.