Renegosiasi Tambang Hanya untuk Kepentingan Pilpres 2014

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ade-mulyana-1'>ADE MULYANA</a>
LAPORAN: ADE MULYANA
  • Senin, 25 Juni 2012, 12:58 WIB
Renegosiasi Tambang Hanya untuk Kepentingan Pilpres 2014
ridwan ihcs/ist
RMOL. Isu renegosiasi kontrak karya pertambangan dengan perusahaan multi nasional (MNCs) hanya jadi alat pencitraan rezim SBY. Gembar-gembor renegosiasi kontrak karya dengan perusahaan tambang MNCs sejauh ini tidak menunjukkan hasil signifikan.

Begitu tanggapan Ketua Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS), Ridwan Darmawan, terkait pernyataan Presiden SBY yang meminta agar rakyat dan dunia usaha mendukung langkah pemerintah merenegosiasi kontrak karya dengan perusahaan tambang MNCs yang telah beroperasi sejak lama di Indonesia.

SBY menyampaikan pernyataan tersebut usai menghadiri KTT Pembangunan Berkelanjutan di Rio De Janerio, Brazil, akhir pekan lalu.

Sebagai bukti otentik, ungkap Ridwan, adalah fakta-fakta yang muncul di persidangan gugatan pembatalan kontrak karya Freeport di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang diajukan IHCS, dimana tidak ada korelasi antara wacana atau kebijakan SBY beserta jajarannya terkait renegosiasi KK Freeport dengan jawaban-jawaban serta dokumen-dokumen hukum yang dikeluarkan presiden melalui kuasa hukumnya maupun menteri ESDM.

"Bahkan, isu renegosiasi tambang cendrung dijadikan alat tekan kepada MNCs demi posisi tawar rezim agar mereka menaikkan tawaran negosiasinya demi Pilpres 2014. Lihat saja Perpres terkait tim evaluasi renegosiasi, jangka waktunya sampai 2013," tandas Ridwan kepada Rakyat Merdeka Online sesaat tadi (Senin, 25/6).

Managing Director Econit Advisory Group, Dr. Hendri Saparini, sebelumnya mengatakan bahwa saat SBY menggembar-gemborkan akan merenegosiasi kontak tambang justru SBY sedang tidak akan melakukan renegosiasi. Tapi sedang mengabarkan bahwa dirinya sedang membuka kesempatan untuk dinegosiasi.

Bila pemerintah serius, maka kebijakan itu akan berdampak sangat besar bagi pemilik modal dan kontraktor. Bila sudah begitu, daripada memilih renegosiasi, mereka pasti lebih suka memilih negosiasi dengan sang pembuat kebijakan.[dem]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA