Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar menegaskan, bahwa proses pengadaan Alquran selama dirinya menjabat sebagai dirjen Bimbingan Masyarakat Islam (Bimas Islam) sesuai prosedur.Segala bentuk pengadaan barang yang dilakukan di Ditjen Bimas pada saat itu selalu menggunaan sistem tender dan sesuai dengan Peraturan Presiden 54/2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
"Saya tegaskan di sini, dalam melakukan pengadaan Alquran tidak pernah menyalahi aturan dan prosedur yang ada. Semuanya tidak pernah melalui penunjukkan langsung, tetapi melalui tender," ungkap Nasaruddin di Gedung Kemenag, Jakarta, Jumat (22/6).
Seperti dilansir JPNN, Nasaruddin mengatakan, pihaknya juga memiliki kebijakan tersendiri untuk mencegah dan mewaspadai penyelewengan dalam proses pengadaan barang khususnya Alquran yang dilakukan Ditjen Bimas Islam sejak tahun 2009–2011. Yakni, memberikan peringatan awal kepada semua pihak untuk tidak melakukan mark-up anggaran.
"Sejak tahun 2009, kami memang melakukan efisiensi. Hal itu bisa dibuktikan pada pengadaan Alquran pada tahun 2009 berjumlah 42.600 eksemplar dengan nilai kontrak Rp 1,125 miliar dari pagu anggaran 1,136 miliar. Pengadaan Al-Qur’an tahun 2010 berjumlah 45.000 eksemplar dengan nilai kontrak Rp 1,2 miliar dari pagu anggaran 1,4 miliar," papar Gurubesar UIN Jakarta ini.
Kebijakan lainnya, lanjut Nasaruddin, menetapkan standarisasi percetakan yang digunakan untuk mencetak Alquran. Misalnya, perempuan yang sedang menstruasi, sebaiknya tidak dilibatkan dalam proses pencetakan Alquran. "Dari kebijakan itulah, yang meyakinkan kami bahwa tidak ada pelanggaran aturan ataupun prosedur dalam proses pengadaan Alquran," tandasnya. [zul]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: