Ternyata tak semua warga Indonesia mengecam Malaysia yang mengklaim bahwa tarian tortor dan paluan gondang sembilan adalah warisan budaya leluhur mereka.
Ray Rangkuti, pengamat sosial-politik kelahiran Mandailing Natal, Sumatera Utara, justru menyambut baik.
"Sabotulna jeges doi (sebenarnya itu bagus)," kata Ray kepada Rakyat Merdeka Online (Senin, 18/6) dalam bahasa Mandailing.
Dia beralasan, karena yang dilakukan oleh pemerintah Malaysia hanya mengakui adanya budaya tortor dan gondang sembilan sebagai bagian dari warisan kebudayaan mereka. "Jadi belum sampai ke pengakuan sebagai pemilik tarian ini, alias patenkan," ujar Ray, yang juga Direktur Lingkar Madani Indonesia ini.
Menurut Ray, justru dengan pengakuan itu, tari tortor dan gondang sembilan ini dapat diakui otensitasnya sebagai budaya yang berasal dari Indonesia, khususnya dari Tapanuli, Sumatera Utara.
Bukankah awalnya klaim lalu mereka akan mematenkan budaya Batak dan Mandailing itu sebagai milik mereka?
"Akan sulit. Dunia sudah tahu, jauh sebelum pengakuan ini, bahwa tor-tor berasal dari Tapanuli. Konyol bagi Malaysia kalau mereka melakukan itu," jawab Ray.
Bila Malaysia ngotot untuk mematenkan, bahwa dua budaya itu adalah warisan budaya mereka, berarti menganggap warga Mandailing dan Batak yang ada di Malaysia tanpa asal usul. "Bila Malaysia melakukan itu, jelas warga Mandailing yang ada di Malaysia layak marah pada kerajaan Malaysia. Karena sama juga dengan menyatakan bahwa warga Mandailing yang ada di Malaysia tanpa asal usul," demikian Ray. [zul]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: