Begitu disampaikan pengamat politik dari Masyarakat Pemantau Kebijakan Eksekutif dan Legislatif (Majelis), Sugiyanto, kepada
Rakyat Merdeka Online (Sabtu, 10/6).
"Langkah itu menegaskan politik transaksional dimana jadi anggota dewan harus pakai duit, sementara yang tidak punya duit tidak bisa mewakili rakyat," kata dia.
Ditambahkan, sepintas maksud dari langkah yang direncanakan partai baru besutan bos media Surya Paloh dan Hary Tanoesoedibjo itu agar kalau terpilih para calegnya tidak melakukan korupsi adalah benar adanya. Tapi jika dikaji lebih dalam lagi, kata dia, maka jelas-jelas langkah tersebut sangat keliru dan menyesatkan. Sebab sejatinya, jadi anggota legislatif adalah mewakili rakyat.
Substansi mewakili rakyat, sambung dia, adalah bahwa seorang caleg itu harus betul-betul dari masyarakat dan dipilih masyarakat. Bukan dipilih karena modal ekonomi sebesar itu dan dengan cara-cara yang transaksional pula.
"Berpolitik memang butuh dana, tapi dana bukan modal dasar bahkan jadi tujuan. Ini benar-benar pendegradasian moral, seolah-olah selama ini politik berlaku transaksional. Ini benar-keliru, menjijikan dan akan berdampak buruk bagi demokrasi dan perpolitikan ke depan," tutur dia.
Sebagai partai baru yang katanya mengusung agenda restorasi, sambung Sugiyanto, seharusnya Partai Nasdem membangun politik rasional, dimana mesin maupun kader partainya menggunakan prosedur dan langkah-langkah yang benar dalam mencari simpati dan dukungan rakyat.
"Tidak akan ada jaminan kalau mereka terpilih tidak akan korupsi. Yang ada justru mereka punya hutang budi kepada partai dan membuat mereka menjadi boneka atau zombie-zombie atas kepentingan partai dunia akhirat. Bukan pada kepentingan masyarakat yang memilihnya," tandas dia.
[dem]
BERITA TERKAIT: