Dari target 240 ribu unit rumah murah dalam tahun 2012, anggaran yang ada di Kemenpera hanya cukup untuk membangun 189 ribu unit rumah. Padahal, kebutuhan akan rumah tiap tahunnya bertambah 800 ribu unit rumah.
Sekretaris Kementerian Perumahan Rakyat Iskandar Saleh menjelaskan, Kemenpera punya program kegiatan yang dibagi dalam 2 kategori. Pertama, program yang sifatnya intervensi langsung. Kedua, program yang sifatnya tidak intervensi langsung.
"Intervensi langsung artinya intervensi pasar terhadap kebutuhan perumahan melalui pembangunan Rusunawa, perumahan swadaya dengan bantuan stimulan 250 ribu unit rumah untuk tahun ini, penataan kawasan kumuh dan penyediaan PSU pra sarana dan sarana utilitas," papar Iskandar di Jakarta (Jumat, 8/6).
Sedangkan intervensi tidak langsung, lanjut Iskandar, program rumah milik melalui subsidi KPR FLPP. Rumah-rumah murah yang disebut rumah sejahtera tapak itu dibangun oleh pengembang, termasuk Perumnas. "Kredit kepemilikan rumahnya difasilitasi oleh bank pelaksana yang MoU dan PKO dengan Kemenpera," kata Iskandar.
Iskandar menegaskan, perspektif backlog rumah yang dipakai Kemenpera tidak sama dengan perspektif dari Badan Pusat Statistik (BPS).
"Dalam perspektif BPS, backlog rumah itu atas rumah milik. Sedang perspektif Kemenpera, backlog rumah itu terhadap rumah yang tidak layak huni. Sehingga, angka backlog Kemenpera lebih kecil dari backlog BPS. Dalam perspektif BPS, orang tinggal di rumah yang layak huni, tapi sewa, tetap dianggap backlog. Kalau Kemenpera, sepanjang sudah tinggal di hunian yang layak, itu bukan backlog," jelas Iskandar.
Selain itu, Iskandar menekankan bahwa pengertian backlog harus didudukkan pada porsi yang sebenarnya.
"Backlog pada Kementerian Perumahan Rakyat adalah mengurangi jumlah penduduk yang tinggal di rumah tidak layak huni. Bukan mengurangi penduduk yang tinggal di rumah sewa. Bukan pula meningkatkan penduduk agar punya rumah sendiri atau bukan program kepemilikan rumah. Tapi meningkatkan penduduk agar tinggal di rumah yang layak huni," terang Iskandar.
Namun demikian, posisinya akan berbeda bila Kemenpera diberi wewenang intervensi langsung dalam penyediaan rumah murah. "Jika intervensi langsung, barang itu kan keliatan di muka bumi. Kemenpera tidak membangun rumah milik, yang bangun itu pengembang. Tidak langsung memberikan KPR, yang memberikan KPR itu bank," tandas Iskandar.
Namun demikian, Iskandar menjelaskan bahwa program-program yang ada di Kemenpera harus diperkuat dengan kordinasi antarlembaga agar tidak ada salah perspektif.
"Misalnya dalam penyediaan rumah murah, diperkuat dengan kordinasi Kementerian ESDM untuk penyediaan listriknya atau air. Dalam penyediaan sertifikasi gratis, kordinasi dengan BPN. Sementara dengan Kementerian BUMN, terkait penyaluran dana CSR bantuan rumah swadaya. Dengan pemerintah daerah kordinasi dalam penyediaan rumah yang saat ini hanya terbatas pada PNS. Kordinasi intensif dengan pengembang perumahan juga sangat penting," tambahnya.
Soal adanya kesan bahwa Kemenpera hanya melakukan MoU dan MoU tapi sedikit action, Iskandar menerangkan bahwa hasil dari MoU membutuhkan waktu.
"Semua itu tergantung yang melakukan MoU, mau terus difollow up apa tidak? MoU ada PKO, silakan. Semua deputi harus bergerak. Misalnya MoU terkait listrik. Seperti program di NTT, di sana masih banyak lokasi yang PLN belum masuk. ESDM itu punya solar energy, harus diprogramkan. Kasih ke ESDM, ini lho ada perumahan yang butuh listrik gratis. Harus ada follow-up," tegasnya.
Soal bahwa ada tuntutan pembangunan perumahan diserahkan saja pada Pemda-pemda karena mereka yang lebih tahu lahan dan Pemda juga yang mengeluarkan izin, menurut Iskandar, sudah ada peraturannya dalam Peraturan Pemerintah (PP) 38/2007 yang menyebutkan soal perumahan itu sudah urusan wajib pemerintahan daerah.
"Kita tinggal memfasilitasi dan Kemenpera juga harus mensosialisasikan ke pemerintah-pemerintah daerah soal pengadaan rumah murah. Itu tugas masing-masing deputi terkait. Misalnya, soal pengadaan rumah murah, spek engineringnya ada di deputi perumahan formal. Spek pembiayaannya ada di deputi pembiayaan. Jadi tidak cukup dengan ke pengembang atau ke bank. Semua stakeholder kita libatkan," tutur Iskandar. [zul]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: