Hal itu dilakukan berdasarkan kondisi minimnya komitmen penyelenggara negara dalam mengentaskan rakyat dari kemiskinan yang tercermin dari buruknya postur keuangan negara yang tertuang dalam APBN. Demikian disampaikan dalam pernyataan pers koalisi yang diterima redaksi Kamis petang (31/5).
Hal yang paling mencolok adalah pengingkaran Sila Kelima, “Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia†yang sejatinya telah
diterjemahkan oleh Konstitusi Republik Indonesia di mana negara
dimandati tanggung jawab untuk memakmurkan rakyatnya dalam format
ekonomi yang kerakyatan dan nasionalis.
Contoh kasat mata pengingkaran adalah alokasi anggaran kesehatan dalam APBN-P Tahun 2012 yang sangat rendah, berkisar 3,4 persen di bawah ketentuan UU 36/2009 tentang Kesehatan yang memerintahkan negara mengalokasikan minimal sebesar 5 persen dari APBN di luar gaji pegawai. Selain itu, APBN Perubahan Tahun 2012 juga mengarah pada pencabutan subsidi rakyat serta mengindikasikan penyerahan otoritas pengelolaan minyak bumi pada mekanisme pasar.
Postur keuangan negara yang buruk tersebut jelas semakin membenamkan rakyat dalam lubang kemiskinan. Sebut saja dalam sektor kesehatan. Angka umur harapan hidup (UHH) Indonesia masih rendah, yaitu 65,8 tahun, di bawah Thailand 69,9 tahun, Malaysia 72,2 tahun, Singapura 77,4 tahun dan Jepang 80,8 tahun. Rendahnya UHH Indonesia ini disebabkan beberapa hal, antara lain rendahnya akses pelayanan kesehatan, rendahnya akses air bersih, rendahnya gizi balita, mewabahnya penyakit menular dan lambannya penanganan kematian ibu melahirkan, yang kesemuanya merupakan buah dari minimnya anggaran negara untuk sektor kesehatan.
Kini, setelah 67 tahun kemerdekaan, APBN belum berpihak kepada warga negara, terutama orang miskin. Prioritas belanja APBN belum diperuntukkan bagi pengentasan kemiskinan, memberdayakan warga negara yang miskin atau mendekatkan akses bagi orang miskin supaya segera terbebas dari beban kemiskinannya.
[ald]